Memperingati Hasil PEPERA 1969 yang Tidak Demokratis

                                    Memperingati Hasil PEPERA 1969 yang Tidak Demokratis

Yogyakarta - (2/8/17) Pagi ini hari tak begitu cerah, buruh-buruh tetap harus bergegas pergi ke pabrik, mereka harus bersiap diri untuk dihisap tenaga kerjanya oleh para pemilik modal. Namun berbeda dengan kawan-kawan dari Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang berkumpul bersama di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I Yogyakarta. Kawan-kawan FRI-WP dan AMP berkumpul untuk menyelenggarakan aksi massa.

Massa aksi FRI-WP dan AMP melaksanakan aksi massa dengan membawa isu "PEPERA 1969 Tidak Demokratis! Hak Menentukan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat!


Aksi massa dilaksanakan mulai pukul 10.50 WIB di Asrama Kamasan Yogyakarta. Aksi diikuti oleh 30 orang dengan penuh semangat, mereka menyampaikan orasi-orasi politik yang seharusnya dapat menggetarkan hati orang-orang yang berada di sekitarnya karena banyak terjadi pembunuhan dan eksploitasi sumber daya alam di Papua. Namun itu sulit untuk menggetarkan hati orang-orang yang berwatak militer, kemanusiaan tak akan pernah diindahkan oleh aparat militer yang pada waktu itu berada di sekitar massa aksi. Aparat militer berdiri mengelilingi massa aksi, mereka mengepung massa aksi dan mereka pun membawa senjata lengkap. Kedatangan militer tersebut dapat kita lihat sebagai bentuk ancaman terhadap ruang demokrasi yang ada di Yogykarta.


Aksi tersebut dilaksanakan untuk memperingati penyelenggaraan PEPERA (Penentuan Pendapat Rakyat) yang tidak demokratis. Tepat 14 Juli - 2 Agustus 1969, PEPERA dilakukan dan dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak, hanya diwakiki 1.025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan hanya 175 orang yang memberikan pendapat. Maka, PEPERA dilakukan dengan tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya penyelenggaran HAM berat yang terjadi secara sistematis.


Korlap Aksi, Deven, menyampaikan bahwa di Papua Barat terjadi penindasan yang dilakukan oleh Negara Kolonial Republik Indonesia, "Banyak terjadi penangkapan, penahanan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelecehan kebudayaan dan rasialisme. Papua adalah sebuah bangsa yang telah mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1 Desember 1961. Namun kemudian aneksasi dilakukan oleh bangsa Indonesia terhadap Papua Barat pada 19 Desember 1961 dengan pengumandangan TRIKORA (Tiga Komado Rakyat) oleh Ir.Soekarno".


New York Agreement yang dibuat untuk menyelesaikan permasalahan Indonesia dan Papua Barat memberikan solusi yakni memberikan hak memilih apakah Papua Barat akan bergabung ke Indonesia atau tidak, dan pada tahun 1969 hak memilih one man one vote tersebut diselenggarakan, namun PEPERA diselenggarakan dengan tidak demokratis. 175 orang yang menyepakati bergabung dengan Indonesia pun memberikan pendapatnya karena adanya ancaman dan juga dibawah moncong senjata.


Berdasarkan kenyataan sejarah akan hak politik rakyat Papua yang dibungkam secara brutal dan keinginan abadi rakyat Papua untuk bebas merdeka diatas Tanah Airnya maka massa aksi menyampaikan tuntutan dalam aksi peringatan 48 tahun PEPERA yang tidak demokratis. FRI-WP dan AMP menuntut kepada Pemerintah Indonesia dan PBB untuk segera :


1. Menutup dan Menghentikan Aktifitas Eksploitasi Semua Perusahaan Multi National Coorporation (MNC) milik Negara-Negara Imperialis; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari Seluruh Tanah Papua.

 2. Menarik Militer Indonesia (TNI-Polri) Organik dan Non Organik dari Seluruh Tanah Papua untuk Menghentikan Segala Bentuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Oleh Negara Indonesia Terhadap Rakyat Papua.
3. Negara Bertanggung Jawab atas Kejahatan Kemanusian Di Papua Barat dan Segara Menangkap dan Mengadili Aktor Kejahatan Kemanusian.
4. Kami Menolak Dengan Tegas Pembangunan Pangkalan TNI AU Tipe C Di Kabupaten Yahukimo Dan Kabupaten Jayawijaya.
5. Bebaskan Obby Kogoya, korban Peristiwa pengepungan Polisi dan Preman ke asrama Kamasan, Yogyakarta.
6. PBB Harus Bertanggungjawab Untuk Meluruskan Sejarah Pepera dan Proses Aneksasi West Papua Ke Indonesia.
7. PBB Harus Membuat Resolusi Untuk Memberikan Referendum Kemerdekaan Bagi Bangsa West Papua Yang Sesuai Dengan Hukum Internasional.
8. Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Bangsa Rakyat Papua.

Aksi massa berakhir dengan damai pada pukul 13.00 WIB. Massa aksi menutup aksi dengan berseru, "Papua.... Merdeka....", kemudian ditambah dengan menyanyikan lagu Internasionale.


FRI-WP JOGJA 

Unknown

Mari Berteman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar