Oleh: Ferdi Rudolf Pangkey*
Kapitalisme merupakan wujud yang menghancurkan nilai-nilai
humanisme, adalah suatu hal yang telah kita ketahui bersama. Berdasarkan logika
kapital, kapitalisme berupaya untuk meningkatkan profit atau keuntungan. Proses
ini dilakukan oleh kapitalis, dimana sektor-sektor yang merupakan barang publik
pun kemudian dikomodifikasi sedemikian rupa menjadi barang milik pribadi atau
diprivatisasi dengan tujuan utama menumpuk profit tanpa batas. Semisalnya air
dan udara yang gratis, karena dianggap bukan barang langka, kini telah
diperjual-belikan dan menjadi komoditi yang menguntungkan.
Hal yang sama juga menimpa dunia pendidikan, sektor ini
kini telah menjadi ajang bisnis yang menggiurkan. Beragam model dan
strategi bisnis pendidikan dilakukan untuk diprofitkan, serta menekan kesadaran dalam ilmu
pengetahuan. Pendidikan yang semestinya dapat dirasakan oleh semua
kalangan, kini hanya mampu dirasakan segelintir kalangan. Hal ini justu
bertentangan dengan konsep dan etos pengetahuan, yang di dalam masyarakat
rasional, pengetahuan itu harus di bagi-bagikan tanpa ada pembatasan dan
menjadi bukti irasionalitas sosial dari institusi-institusi tersebut.
Itulah segelintir wujud dari privatisasi pendidikan, pelepasan
tanggung jawab negara terhadap hak seluruh rakyat tanpa terkecuali. Selain itu
mendesain kurikulum pendidikan agar sesuai dengan kepentingan bisnis, biaya
pendidikan yang tinggi, dan pembatasan pengetahuan terhadap pendidikan.
Ini jelas merupakan masalah besar kita bersama, dan kita harus mengembalikan
visi misi pendidikan yakni mencerdaskan dan juga dapat dinikmati oleh seluruh
manusia tanpa ada kebohongan-kebohongan pengetahuan di dalamnya.
Kapitalisme memanfaatkan pendidikan sebagai alat membodohkan
rakyat paling nampak dirasakan oleh pendidikan tataran Perguruan Tinggi atau
Universitas yang selanjutnya disebut kampus. Kampus semestinya sebagai
institusi ilmu pengetahuan, sebagaimana dalam periode renaisans hingga abad ke
20, kampus dipandang sebagai tempat perkumpulan orang-orang yang menggandrungi
kebenaran dan melakukan riset-riset, baik empiris maupun filosofis. Tetapi
kenyataannya hari ini kita melihat perkembangan mundur pendidikan di kampus,
dimana pengetahuan yang semestinya bersifat membebaskan justru dipenjara oleh
sistem.
Bisa dilihat secara jelas di kampus kita masing-masing, pendidikan
kita saat ini digunakan oleh kapitalisme sebagai sarana untuk pembodohan. Serta pengetahuan dijadikan sebagai hak milik dan
suatu sumber keuntungan pribadi. contohnya, mahasiswa dibatasi perkuliahannya
lima tahun. Setiap harinya harus mengerjakan tugas-tugas dari dosen, harus
memenuhi presensi 75% agar bisa mengikuti ujian. Sementara biaya mahal,
buku-buku yang disediakan terbatas. Membatasi
ruang gerak mahasiswa dengan tidak dibolehkannya organisasi gerakan mahasiswa
masuk kampus, dan masih banyak bentuk pembodohan lainnya. Apalagi di tahun 2015
mendatang Kemenhan akan kembali mengaktifkan Resimen Mahasiswa (Menwa). Yang
itu artinya militerisme akan kembali memasuki kampus seperti jaman orba.
Hal-hal tersebut-lah yang membuat mahasiswa menjadi apatis.
Mahasiswa hanya peduli dengan diri sendiri, tanpa peka terhadap apa yang sedang
terjadi disekitarnya. Mengejar kesuksesan sendiri yang pada ahirnya akan
menindas rakyat dan membodohinya. Padahal peran dan fungsi mahasiswa sebagai
manusia yang diberi kesempatan untuk menikmati pendidikan lebih, semestinya
mampu bergandengan dengan rakyat membuat tatanan kehidupan baru menjadi baik.
Ditambah mekanisme pemberian nilai di banyak
universitas-universitas yang mengikuti suatu kurva normal statistik –
ada tingkatan terbaik sampai terburuk yakni A, B, C, D, E, dan K –
tanpa memperdulikan prestasi mahasiswa secara keseluruhan. Perilaku macam apa
yang kemudian dianggap rasional oleh mereka yang berfungsi di suatu struktur
semacam itu? Tentu, dengan menyimpan pengetahuan itu untuk diri mereka sendiri
atau sebagian kecil oknum. Penekanan-penekanan semacam ini adalah bentuk
penghambatan terhadap kebebasan berpikir terhadap pengetahuan yang bersifat
bebas, hal ini juga didukung oleh teori-teori borjuis yang notabenenya untuk
kepentingan mahasiswa.
Ya, memang kapitalisme berupaya untuk mengubur esensi dari
pengetahuan dengan cara membatasi pengetahuan untuk menekan kesadaran manusia dalam
mengembangkan pengetahuan secara bebas, disamping menggerakan manusia pada
persaingan individu-individu untuk mencapai kesuksesan. Itu semua dilakukan
untuk mewujudkan mimpinya (kapitalisme), membodohi dan menipu rakyat menjadi pekerjaannya.
Pengetahuan memiliki sifat yang bebas untuk mencapai kesadaran
tentang manusia, yang didasarkan pada suatu konsep solidaritas akan persatuan
kita. Dalam pengetahuan ini, kita sadar, bagaimana kita memahami
kebutuhan-kebutuhan dari kehidupan yang lain, dan kebutuhan-kebutuhan mereka
yang bisa kita bantu. Pengetahuan jenis ini dengan serta merta membawa kita
sebagai makhluk yang hidup di tengah masyarakat, memberi kita suatu pemahaman
tentang basis bagi segenap kehidupan kita. Pengetahuan ini merupakan esensi
pengetahuan sosial yang bersifat langsung dan serta merta (tanpa mediasi)
karena tak bisa dikomunikasikan lewat uang sebagai perantara. Tetapi di dunia
pendidikan dalam Universitas saat ini, pengetahuan itu dibatasi sehingga kita
tidak bisa sampai pada pengetahuan yang membawa kita ke akarnya, pada manusia.
Jadi, tampak jelas dan relevan dengan realitas hari ini, ilmu
pengetahuan diperkosa oleh sistem pendidikan kapitalis. Dimana teori-teori
ekonomi berkembang begitu pesat dengan logika kapitalnya, yang nyatanya membuka
ruang kompetisi untuk manusia dengan logika individualisme dan membunuh nilai
sosial dalam logika humanisme serta secara tidak langsung telah melancarkan
kapitalisme untuk melanggengkan kepentinganya. Di lain sisi, teori-teori sosial
hanya bersandar pada pengetahuan yang baik secara teknis, tetapi mengabaikan
esensi dari pengetahuan itu sendiri. Sehingga yang terjadi adalah
ketidak-sinambungan antara teori dan praktis dalam realitas sosial. Ini
merupakan beberapa contoh dari banyak kasus di dunia pendidikan dalam
Universitas hususnya, terkait dengan pembatasan pengetahuan oleh
kapitalisme dalam sistem pendidikan.
Salam pembebasan manusia!
*Ferdi Rudolf Pangkey, merupakan anggota aktif PEMBEBASAN Kolektif
Sleman, Komisariat APMD.
Referensi:
- Michael.A.Lebowitz, “Sosialisme sekarang juga.”
- Y wasi gede puraka, “Universitas tidak lagi
menjadi pusat sains.”
Referensi gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj_eND6bOj7XLfci2a8Sc4ek7FBS7QE1DidYzjRl76agjHCLUaTXnFy8M0pQNMVuu1wfdqEt6VUXH0EkZ6_8Hm-cdVBYUwPW2iyITrI5YCg9mkwOsw7DGDgxMI4QmDTEzhKFKsGK6jyoDBi/s1600/stop.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar