POLITIK MONCONG (Pencitraan) Koin Kapitalisme
(Gambar 1)
Buat yang
pulang dari kampus, kerja, ngamen, atau pulang dari nge-bakso, atau yang baru
bangun pagi di sore hari. Buka Tv niat nonton shaun the sheep yang ada malah
Jokowi. Ya, Jokowi lagi, Jokowi lagi. Di sana-sini Jokowi, di radio, media
sosial, di burjo, yang dibilang sama dosen-dosen di kampus, sampai pada slogan
“Bukan Jokowi tidak sama sekali.” Hmmm seakan-akan indonesia milik Jokowi,
mengalahkan ibu PDI.
Hisap lagi
rokoknya kawan,
Timbul
pertanyaan?
Kenapa Jokowi
begitu seksi?
Selama ini dia
ngapain aja sih?
Sby dan jokowi?
PDI, Jokowi,
borjuasi atau tidak sama sekali?
Mari kita bahas
sitik demi sitik Joss. Hehe
Bocah wong jowo
iki bernama lengkap JOKO WIDODO panggilan Jokowi, ya nama gaulnya Joko-WOW,
terlahir surakarta 52 tahun yang lalu (21 juni 1961), agak mirip dengan
Soekarno, Jokowi meraih gelar insinyur yang dia wisudakan dari Fakultas
Kehutanan UGM pada tahun 1985. Suami dari Ibu Iriana ini pecinta musik
rock, ya kata loyalisnya sih Jokowi adalah founding father bapak mobil
indonesia (ingat Essemka). Berparas imut bertinggi agak lumayan ini sebagai
pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990). Mungkin karena ini
dia meraih Piagam Penghargaan dari Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA).
Ya, yayasan milik keluarga Bapak Koperasi negara ini. Selain itu bocah ini
pernah menjadi ketua bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan
Industri Surakarta (1992-1996). Ya, KADIN itu organisasi tempat nongkrongnya
para pengusaha Indonesia ngomongin laba, saham, sampai pada ‘Sok jagoan’
takdirin upah layak buruh di dalam kamarnya. Ya bisa dibilang Para KADIN ini
adalah pasukan gerilya milik kapitalis, tapi ya tetap saja pasukan dalam Kamar.
Jokowi melejit
bagai roket tak berasap, di dalam dunia statistik yang dilakukan para tukang
survei. Survei yang dilakukan dengan metode wawancara itu menjaring 1.200
responden di 30 provinsi di Indonesia. Survei bertajuk “Indonesia Mencari
Pemimpin” itu dilaksanakan pada 13-18 Januari 2013. Tingkat kesalahan (margin
of error) dalam survei ini sebesar 2,8 persen. Dalam survei PDB ini, Jokowi
berada pada peringkat teratas dengan meraih 21,2 persen suara. Jokowi mengalahkan
12 calon lainnya, termasuk Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno Putri.
Di bawah Jokowi secara berturut-turut diraih Ketua Dewan Pembina Partai
Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto (18,4 persen), Ketua Umum PDI
Perjuangan Megawati Soekarnoputri (13 persen), dan penyanyi dangdut Rhoma Irama
(10,4 persen). Perolehan Rhoma ini cukup mengejutkan karena menyingkirkan sosok
Ketua Umum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie (9,3 persen), mantan Wakil Presiden
Jusuf Kalla (7,8 persen), dan Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto (3,5
persen). Sedangkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md, Menteri BUMN Dahlan
Iskan, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, dan Ketua Umum PAN Hatta Rajasa
meraih tak sampai 3 persen suara.
Hasil survei yang dirilis PDB ini berbeda dengan hasil survei yang dirilis Saiful Mujani Reseach and Consulting (SMRC), pada Juli 2012 lalu. Bertajuk "Tantangan Calon Presiden Populer," lembaga ini merilis 10 nama calon presiden populer pilihan masyarakat. Survei yang dilakukan 20-30 Juni 2012 ini diikuti 1.230 responden yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan margin error kurang lebih 3 persen. Saat survei ini dilakukan, Jokowi memang belum menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Dalam survei ini, posisi teratas diraih Prabowo Subianto sebesar 10,6 persen pemilih. Sedangkan urutan kedua dan berikutnya diraih: Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (8 %), Aburizal Bakrie (4,4 %), Ketua Dewan Pembina DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (4,3 %). Sedangkan Ketua Umum PMI M. Jusuf Kalla meraih (3,7 %) atau berada pada posisi kelima, Ketua Dewan Pembina DPP Partai Nasional Demokrat Surya Paloh (1,4 %), Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto (1,1 %), Sri Sultan Hamengkubuwono IX (0,9 %), Menteri BUMN Dahlan Iskan (0,9 %), Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa (0,7 %).
Hasil berbeda juga hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia November 2012. Dalam rilisnya, LSI menyebut ada 20 tokoh nasional yang dinilai potensial sebagai calon presiden pada 2014 mendatang. Responden diambil dari pendapat 223 orang para pemimpin lembaga, pimpinan media massa dan pimpinan perusahaan (opinion leader) yang dianggap lebih tahu dan bisa membandingkan kualitas 20 tokoh nasional itu secara seimbang. Sejumlah nama responden yang memberikan opini diantaranya Pemimpin Redaksi TV One Karni Ilyas, Pimpinan Umum Grup Tempo Bambang Harimurti, dan sejumlah tokoh lainnya seperti Luhut Pandjaitan, Said Aqil Siradj, dan Todung Mulya Lubis. Hasil survei kemudian diberikan skor tertinggi 100. Pertanyaan yang diajukan pertama adalah tokoh yang dianggap mampu memimpin negara dan pemerintahan. Untuk kategori ini, Jusuf Kalla menempati urutan pertama dengan skor 79, disusul Mahfud MD 74) Sri Mulyani Indrawati 71, Dahlan Iskan dengan skor 70, Prabowo Subianto 67.
Tokoh lainnya yang memiliki skor di atas 60, yaitu Hatta Rajasa 65, Megawati Soekarnoputri 64, Endiarto Sutarto 63, Djoko Suyanto 63, Wiranto 63, Hidayat Nur Wahid 62, dan Surya Paloh 60. Adapun untuk kategori diopinikan tidak melakukan korupsi, Mahfud M.D memuncaki klasmen dengan skor 80, lalu Dahlan Iskan 76, Hidayat Nur Wahid 75, Jusuf Kalla 69, dan Agus Martowardojo 69. Tiga kategori lainnya, yaitu pemimpin yang dinilai jujur, amanah, serta mampu berdiri disemua kelompok tetap dipuncaki oleh Ketua MK Mahfud M.D. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud M.D ini merasa senang masuk bursa calon presiden 2014 yang dirilis Lembaga Survei Indonesia, namun hingga saat ini belum mau memastikan sikap politiknya. "Saya senang selalu masuk data survei, namun belum berani menyatakan iya atau tidak untuk maju dalam bursa capres," ujarnya. Hmmm hehehe nipu lagi si cak Mahfud. Hmmmm ya ya ya lumayan seksi untuk masuk Tv.
Jokowi Ngapain Aja Sih?
Seperti yang dikatakan kamerad Cipuy, pemuda miskin bekerja sebagai kondektur Bus kota di Jakarta. Pemprov Jakarta harus selalu mengedepankan keadilan bagi orang kecil. Tidak boleh sewenang-wenang memperlakukan rakyat kecil. Saya sangat terkejut setelah membaca surat kabar yang memberitakan bahwa Pemprov Jakarta tidak akan memberikan ganti rugi kepada warga yang bermukim di Danau Ria Rio.
Menurut Ahok, memberikan uang ganti rugi kepada warga yang tinggal di lahan ilegal hanya akan melanggengkan praktek jual beli di tempat itu. Sehingga, Pemprov Jakarta berkewajiban menghentikan praktek jual beli di atas tanah negara.
Sebagai seorang Wakil Gubernur yang didukung banyak rakyat, seharusnya Ahok tak perlu bicara seperti itu. Sebabnya sebagian di antara warga yang akan menjadi korban penggusuran menyatakan memiliki surat tanah. Selain itu yang membuat hati saya kecewa adalah, tanpa memperdulikan berapa besar biaya mendirikan bangunan yang telah dikeluarkan oleh warga, Pemprov Jakarta hanya memberikan ganti rugi sebesar Rp 1 Juta per keluarga dan akan memberikan uang sewa rumah sementara, selama rusun belum siap.
Saya menilai
cara Pemprov Jakarta dalam hal memperlakukan warga masih saja seperti
penguasa-penguasa sebelumnya. Semestinya sebagai penguasa Ahok sadar bahwa
rakyat kecil merupakan korban dari kebijakan pemerintah. Sangat tidak bijaksana
jika rakyat kecil selalu diperlakukan sebagai biang onar atau sumber penyebab
masalah (banjir).
Yang bikin hati saya tambah kecewa dengan rencana pemulihan waduk Danau Ria Rio adalah: mengapa Pemprov Jakarta tidak terlebih dahulu melakukan dialog dengan warga yang bermukim di sekitar danau? Kenapa keputusan memulihkan fungsi waduk keluar tanpa mendengar suara dan aspirasi dari warga yang bermukim di sekitar waduk Danau Ria Rio? Apa karena warga kebanyakan orang kecil dan tidak memiliki kepintaran mengenai ilmu waduk dan tata air, sehingga Pemprov Jakarta merasa yakin tak perlu melibatkan warga?
Cara-cara tersebut jelas-jelas hanya akan memunculkan konflik antara warga dan Pemprov Jakarta. Cara tersebut sudah barang tentu tidak pantas digunakan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur yang menyatakan diri pro rakyat kecil. (http://pembebasan-pusat.blogspot.com/2013/09/menanti-keberanian-jokowi-ahok.html)
Selain itu
Hegemoni Sulap yang dilakukan Jokowi dan timnya bahwa Jokowi bak pahlawan yang
pro terhadap rakyat kecil dan peduli terhadap PKL (pedagang kaki lima),
ternyata berbeda jauh dengan faktanya. Yang di dalam janji politiknya waktu
kampanye mengatakan bahwa (Penggusuran No, Penataan Yes) ternyata memang cuma
menjadi janji manis buat warga Jakrta dan sekitarnya,
terhitung total selama masa jabatannya 15.000 warga Jakarta merasakan
bualannya. Sejak Joko Widodo dilantik sebagai Gubernur Provinsi DKI
Jakarta pada Oktober tahun lalu hingga kini, sedikitnya ada 16 penggusuran yang
mewarnai perjalanan kepemimpinannya bersama Basuki Tjahaja Purnama.
Sebagian kecil dari kasus penggusuran, dilakukan oleh pihak tak terkait Pemda, kendati kasusnya di Jakarta. Berikut ini daftarnya: (http://id.berita.yahoo.com/16-penggusuran-di-zaman-jokowi-073546985.html)
Satu fakta yang kita pelajari sama-sama. Lets & go...
Bukti-bukti Penipuan Jokowi Ahok, sbb :
- Jokowi
klaim sebagai walikota terbaik Mayors Foundation tapi faktanya masih tahap
‘Nominasi.’
- Lembaga
tersebut pun bukan lembaga bergengsi dan memasukan nama kandidat yang akan
dipilih boleh dari siapa saja.
- Ada
beberapa kategori untuk nominasi tersebut yang didasarkan pada berbagai
benua. Sehingga pemenangnya pun terdiri dari beberapa orang.
- Penentuan
pemenang pun hanya berdasarkan dukungan yang masuk via internet dan bukan
bersifat objektif. Siapa saja bisa menang.
- Sesuai
informasi yang kami terima ternyata ada pihak2-pihak tertentu yg sengaja
merekayasa nominasi jokowi untuk tujuan pencitraan dan popularitas.
- Fakta
menunjukan bahwa jokowi bukanlah walikota yang sukses sebagaimana menurut
parameter yg berlaku; PAD, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan.
- Fakta juga
menunjukan bahwa Solo adalah kota dengan prosentase penduduk miskin
tertinggi dan angka itu naik setiap tahunnya.
- Tahun 2011
saja, penduduk miskin Solo naik tajam menjadi 133.000 jiwa dari 560.000
jiwa penduduknya atau 22%.!
- Tingkat
kejahatan, pemakai narkoba, pelacuran, penyelundupan/penjualan anak dan
pengemis di Solo adalah TERTINGI di Jawa Tengah.!
- Popularitas
Jokowi dengan strategi pendekatan pribadi ke warga-warga berhasil menutupi
kegagalan dan kebohongannya selama ini.
- Termasuk
citra dirinya yang anti korupsi. Jokowi banyak kasus di Solo termasuk
pelepasan aset Pemkot secara langgar hukum ke Lukminto.
- Banyak
kasus-kasus korupsi Jokowi yang sempat terungkap namun ditutupi termasuk
yg dilaporkan Mudrick Sangidu yang diintervensi oleh Megawati.
Cek dan Ricek.
Ternyata Jokowi bukanlah Pro terhadap rakyat kecil tetapi Pro terhadap modal (investasi). Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Keduanya sepakat untuk membuat langkah konkrit menjadikan Jakarta sebagai kota ramah investasi. Jokowi dengan sadar dan tidak mabuk membuka keran selebar-lebarnya untuk masuknya arus modal Capitalism ke Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo atau akrab disapa Jokowi akan menyediakan lahan seluas 200 hektar untuk dijadikan pabrik pembuatan perangkat elektronik BlackBerry oleh Hon Hai Precision Industry. Dalam sebuah wawancara dengan Central News Agency Taiwan (CAN) pada Jumat (3/1/2013), Jokowi mengaku menyediakan tanah di kawasan Marunda, Jakarta Utara. Keputusan pemerintah provinsi DKI Jakarta tersebut dilakukan untuk mendukung masuknya investasi berteknologi tinggi ke Indonesia. Jokowi juga berjanji akan menyediakan infrastruktur dan juga pekerja jika di perlukan oleh perusahaan. Pada bulan Desember 2013 lalu, Foxconn dan BlackBerry juga telah mengumumkan kesepakatan merancang pasar ponsel di Indonesia, negara dengan jumlah penduduk terpadat ke-empat dunia. Jokowi menyatakan, pihaknya bisa mengalokasikan lahan seluas 200 ha di Jakarta walaupun lahan yang tersedia saat ini hanya 80 ha. Meski demikian, pemerintah menurut Jokowi akan berusaha memenuhi kekurangan lahan tersebut untuk Foxconn. (http://tekno.kompas.com/read/2014/01/05/1351269/Jokowi.Siapkan.Segalanya.demi.Pabrik.BlackBerry.di.Jakarta)
Selain itu jokowi juga tidak Pro-terhadap Perjuangan Buruh, Jokowi mengaku sudah biasa menghadapi demo buruh. Namun ia tetap tidak mendukung aksi yang dilakukan buruh. (http://news.detik.com/read/2013/11/01/014226/2401169/10/)
Ya, kita temukan lagi Fakta ke tidak konsistenan (tipu) Jokowi. Menggusur rakyat (PKL). Anti aksi massa dan mendukung perusahaan asing (Pro-Modal) dan menjadikan warga Jakarta budak di tanah sendiri. Menambah ular macet Jakarta. Menciptkan infrastruktur buat arus modal (ingat Bandara Halim Perdanakusuma di buka untuk Penerbangan Komersil.)
SBY dan JOKOWI?
SBY yang biasa diteriakkan di jalan dengan nama (susilo Babi Yudhoyono ) dan Joko-Wow bisa aku katakan ibarat dua sisi mata uang koin yang hidung, kelakuan dan gambarnya sama (Lihat Gambar 1). Yang beda cuma satunya agak sedikit kenyang yang satu cuma sedikit cungkring, mari kita cari tau bersama, asyiknya bikin kopi dulu atau nge-bakso.
Persamaannya:
- SBY Dan Jokowi
sama-sama Pro Kapital.
- Sama-sama kelahiran
Jawa (jangan rasis ya).
- Sama-sama didalam
namanya ada huruf o. (alfabet)
- Sama-sama dari partai
borjuis penipu rakyat.
Mari kita baca satu-persatu
SBY dan Jokowi Sama-sama Pro-Kapital.
Seperti yang
kita bahas diatas sedikit cerita tentang pro kapitalnya jokowi, mari kita bersama-sama kepo-in
pro-kapitalnya SBY.
Kata kawanku
yang bermarga (pane) nanti 2020 dimulailah pasar bebas, kata dosen-dosen si
juga begitu, kalau mahasiswa itu harus berbahasa Inggris harus cakap penampilan
karena nanti sudah berinteraksi dan bersaing secara tenaga kerja dengan
manusia-manusia lain dari belahan dunia sana. Kalau kita tidak cepat lulus dan
pintar bahasa Inggris kita akan tidak bisa dapat pekerjaan lagi. Misalkan harus
jadi pengacara yang skala International, harus jadi Diplomat yang jago beberapa
bahasa, jadi pedagang yang bisa bahasa Inggris. Hmm, ya mirip tukang becak yang
jago ngomong Inggris (lihat jalan marliboro, Yogyakarta) atau S2 minimalnya di
luar negeri. Tapi ternyata eh ternyata pasar bebas itu mimpi yang jahat, dan
pasti juga akan ada pengangguran, buruh murah, dan penggusuran.
Mari kita
diskusikan sitik demi siti lagi.
TINGGINYA angka pertumbuhan ekonomi Indonesia, dirayakan di tengah maraknya pengungkapan korupsi yang melibatkan para pejabat dan politisi. Elektabilitas partai-partai besar turun karena petinggi dan kader-kadernya terlibat korupsi. Saat yang sama, potret penderitaan warga akibat perluasan investasi yang bertumpu pada pengerukan kekayaan alam meningkat dan meluas. Pada kondisi ini Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) diusung. Proyek ini menjanjikan mimpi Indonesia menjadi sepuluh negara besar di dunia pada 2025.
MP3EI berlabel
Not Business As Usual dengan menu lama, yaitu sektor industri ekstraktif,
kehutanan, dan perkebunan skala besar yang rakus lahan dan buruh murah. Proyek
seperti ini telah terbukti melahirkan kasus-kasus perampasan lahan, penurunan
mutu fungsi-fungsi alam, serta bencana industrial yang menyingkirkan permukiman
dan ruang-ruang ekonomi, seperti kasus luapan lumpur Lapindo. Guna memuluskan
jalannya proyek ini, gincu-gincu kepedulian ditempel di sana-sini, seperti
janji menurunkan laju emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26 persen hingga
41 persen, dan meningkatkan kesejahteraan. Tetapi, kenyataannya MP3EI masih
mengandalkan sektor-sektor yang rakus lahan, infrastruktur pengangkutan, sumber
energi, dan buruh murah. Itu sebabnya hampir 80 persen investasi MP3EI untuk
pengadaan fasilitas pengangkutan dan energi. Konsekuensinya, pelanggaran
Hak-hak Asasi Manusia (HAM) menjadi niscaya. Laporan yang diungkap Komisi
Nasional (Komnas) HAM menunjukkan, sebagian besar pelanggaran HAM yang
terjadi akibat investasi rakus lahan dan bertumpu pada buruh murah. Ini membuka
mata kita bahwa MP3EI adalah rencana induk bagi perluasan tingkat derita dan
bencana bagi warga.
Bagaimana dengan buruh murah? masih resep lama. Alih fungsi lahan dan hutan besar-besaran akan melahirkan orang miskin baru, yang tak punya pilihan dan bersedia menjadi buruh murah. Laporan pemetaan perempuan dan pemiskinan pada lima tahun terakhir yang dikeluarkan Komnas Perempuan (2012), menegaskan terjadinya pencerabutan sumber-sumber kehidupan perempuan secara sistematis. Berbagai kebijakan Negara menghasilkan peningkatan konsentrasi lahan kepada segelintir orang. Mereka yang tergusur dari tanahnya berakhir di sektor perburuhan, pekerja rumah tangga, pekerja seks, dan buruh migran, sektor-sektor yang minim perlindungan Negara. Jumlah buruh migran yang sebagian besar adalah perempuan, angkanya justru paling tinggi pada kawasan lumbung-lumbung Padi, seperti Indramayu, Karawang, Cianjur, Lombok, dan Sumbawa.
Berpayung pada
dogma neoliberalisme, lewat intensifikasi dan ekstensifikasi privatisasi dan
finansialisasi sektor-sektor publik, MP3EI bukanlah sebuah rancangan baru.
Justru ini merupakan rancangan reka-ulang dan dekorasi ulang (refurbishing)
resep pembangunanisme ala Orde Baru. Resep yang melibatkan pemangkasan
hambatan regulasi, pemberian insentif, hingga percepatan pembangunan
infrastruktur mendukung pelaku ekonomi.
Tajuk yang di pilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia incorparated, tak lebih dari langkah kolosal privatisasi dan finansialisasi sektor-sektor publik, yang melawan dan merendahkan Konstitusi. Maka jangan terkejut bila di sekujur Nusantara bertebaran 10.677 ijin pertambangan mineral dan batubara yang terbit tanpa persetujuan masyarakat sekitar, yang nantinya akan dipinggirkan atas nama keamanan dan kenyamanan investor.
Padahal tanpa MP3EI pun tekanan terhadap keselamatan warga dan kemerosotan fungsi-fungsi alam terus berlangsung. Masih hangat dalam ingatan, bagaimana warga Kolo Bawah ditembaki dan meninggal saat protes dan menuntut PT. JOB Medco di Tiaka Sulawesi Tengah, karena menganggu kawasan tangkap nelayan. Atau pelanggaran HAM pada konflik warga dengan PTPN VII Cinta Manis di Ogan Ilir, Sumatera Selatan, yang berakibat satu remaja tewas ditembak, enam lainnya terluka. Pada 2011, JATAM (Jaringan Advokasi Tambang) mencatat sedikitnya 174 konflik pertambangan, sementara Komnas HAM mencatat angka tertinggi konflik warga adalah konflik agraria yang mencapai 738 kasus, dari tindakan kekerasan hingga pembunuhan.
Sumber bencana Undang-Undang Penanggulangan Bencana No. 24 tahun 2007 menyatakan, bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Namun daya rusak industri ekstraktif tambang, kehutanan dan perkebunan yang senantiasa menimbulkan dampak yang dijelaskan undang-undang ini, tak dianggap bencana.
Bencana masih dianggap peristiwa alami, tidak ada urusannya dengan tindakan manusia, mengabaikan fakta bencana alami itu kerap merupakan dampak kumulatif kerusakan fungsi-fungsi alam. Akibatnya, tindakan Negara menangani kemerosotan keselamatan warga pada kejadian bencana tidak lebih dari tindakan tanggap darurat. Abainya negara dalam menjamin keselamatan warga dapat dilihat pada kejadian ketika lima anak meninggal di lubang tambang batubara di Samarinda, dalam tiga tahun terakhir. Atau banjir rutin yang meluas dari 29 titik menjadi 35 titik banjir tahun lalu, sejak 70 persen lebih kawasan Samarinda menjadi konsesi tambang batubara. Ironisnya, derajat derita warga diperparah cuaca ekstrem karena dampak perubahan iklim. Jelas MP3EI secara terencana tak memasukkan derajat derita warga yang terus meningkat dalam kalkulasi proyeksi laba. Rencana induk ini masih mengadopsi mantra Orde Baru, trickle down effect, yang percaya pertumbuhan ekonomi pelan-pelan akan menetes kepada warga. Oleh karena itu untuk melancarkan rencana perluasan pertumbuhan ekonomi ini, warga harus mengalah dan menyingkirkan kepentingan yang dianggap kecil dan tidak berarti.
Sulit diterima
akal sehat, MP3EI yang bertumpu pada industri ekstraktif pertambangan,
kehutanan dan perkebunan skala besar ini bisa mewujudkan mimpi Indonesia
sebagai sepuluh Negara besar dunia.***
Jadi 2020 ini mimpi buruk yang memang sengaja di ciptakan oleh kelas Penindas.
Next, Selamat merokok bagi yang merokok mari kita lihat lagi sedikit kebohongan antek kapitalisme satu ini.
Pertama.
Pemerintah mengklaim bahwa PDB (Produk Domestik Bruto) terus tumbuh positif dan
diperkirakan hingga 6 persen di tahun 2010. Padahal, indikator makro tersebut
pada faktanya merupakan pertumbuhan nilai tambah sejumlah sektor ekonomi yang
bersifat agregat. PDB tidak pernah memperhitungkan siapa yang memproduksi
barang tersebut apakah asing atau penduduk domestik, atau apakah pertumbuhan
tersebut digerakkan oleh segelintir orang saja atau oleh mayoritas masyarakat.
Besarnya jumlah PDB sama sekali tidak dapat menggambarkan kesejahteraan rakyat
secara akurat. Buktinya meski PDB terbesar Indonesia terbesar ke-18 di dunia
sebagaimana yang terus di bangga-banggakan oleh pemerintah, namun indikator
kesejahteraan Human Development Index (HDI) UNDP masih menempatkan Indonesia
pada urutan ke 108 dari 169 negara.
Ke dua,
Pemerintah mengklaim penduduk miskin di Indonesia terus berkurang dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2010 jumlahnya mencapai 13,3% atau 31 juta orang berada di
bawah garis kemiskinan. Penduduk miskin menurut Pemerintah adalah penduduk yang
pengeluaran perbulannya di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS.
Pada 2010 nilanya Rp 211,726 per kapita per bulan. Dengan kata lain, jika
seseorang berpendapatan Rp 220,000 maka ia tidak lagi dikategorikan sebagai
orang miskin. Padahal dalam kehidupan matre seperti saat ini dimana hampir
seluruhnya diukur dengan materi, pendapatan tersebut tentu sangat kecil. Wajar
jika dalam realitas banyak orang yang mengalami kesulitan di bidang ekonomi
namun tidak masuk dalam kategori miskin. Jika standardnya kemiskinan dinaikkan
menjadi US$ 2/hari atau di bawah Rp 540,000 maka dengan menggunakan data
Susenas 2010, sebanyak 63% penduduk Indonesia miskin. Pembanding lain,
berdasarkan Survey Rumah Tangga Sasaran Penerima Bantuan Langung Tunai (BLT)
oleh BPS tahun 2008 diperkirakan 70 juta orang yang masuk kategori miskin dan
hampir miskin (near poor). Angkanya lebih tinggi lagi jika dilihat dari
penduduk yang membeli beras miskin pada 2009 yang mencapai 52 persen atau 123
juta orang.
Ke tiga,
Pemerintah juga mengklaim bahwa pelayanan di bidang kesehatan juga telah mampu
memberikan jaminan kesehatan pada masyarakat miskin. Padahal berdasarkan Survei
Sosial Ekonomi Nasoinal 2009, hanya 44 persen penduduk di Indonesia yang
melakukan obat jalan baik ke RS Pemerintah, RS swasta maupun ke Puskesmas atau
klinik. Sebagian besar dari mereka justru melakukan pengobatan sendiri. Meski
tidak ada rincian mengenai alasan mereka, namun sebagian dari mereka tentu
merupakan orang-orang yang tidak mampu menjangkau layanan kesehatan yang
bersifat komersil. Kalaupun orang-orang miskin mendapatkan pelayanan kesehatan
gratis melalui Jamkesmas atau Kartu Miskin jumlahnya masih sangat kecil yakni
sebesar 16,7 persen. Selain itu banyak dari penerima pelayanan kesehatan gratis
tersebut tetap terbebani karena masih harus membayar berbagai biaya dari
pelayanan kesehatan yang mereka dapatkan dan harus melakukan proses
administrasi yang rumit dan berbelit-belit. Akibatnya, banyak penduduk yang
menderita berbagai penyakit namun karena tidak mampu berobat dan tidak mampu
mengurus pelayanan kesehatan gratis terpaksa terus menanggung penyakit mereka
hingga tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia.
Ke empat,
Pemerintah juga kerap berbangga bahwa 20% dari APBN disalurkan untuk sektor
pendidikan. Padahal dalam kenyataannya masih sangat melimpah anak usia sekolah
yang tidak mampu mengecap bangku pendidikan yang masih teramat mahal bagi
mereka. Betul bahwa sebagian besar penduduk usia SD telah mengecap pendidikan,
namun di tingkat SMP dan SMU jumlahnya masih sangat rendah yang masing-masing
sebesar 67 persen dan 45 persen . Penyebab rendahnya partisipasi tersebut tidak
lain karena keterbatasan biaya yang mereka miliki serta sarana pendidikan yang
disediakan pemerintah yang belum memadai. Belum lagi isi kurikulum yang
terbukti menyebabkan anak didik menjadi sangat sekuler sehingga jauh dari
nilai-nilai Islam. Tidak heran jika berbagai tindak kejahatan seperti korupsi
yang berkembang luas di tengah-tengah masyarakat justru banyak dilakukan oleh
orang-orang terdidik.
Ke lima,
Pemerintah juga sering membanggakan penurunan jumlah angka pengangguran. Dari
data statistik tenaga kerja BPS memang menunjukkan penurunan jumlah
pengangguran secara persisten hingga menjadi 7,14% atau 8,3 juta angkatan
kerja. Padahal jika dicermati definisi tenaga kerja yang digunakan oleh BPS
jumlah tenaga kerja tersebut hanya memotret mereka yang bekerja minimal satu
jam per hari dalam seminggu terakhir. Termasuk pula mereka yang membantu
bekerja namun tidak dibayar. Dengan demikian, para pengatur lalu lintas
’swasta,’ atau kuli yang bekerja minimal sejam per hari dalam satu minggu
terakhir di sebut sebagai tenaga kerja. Dengan kriteria demikian, maka sangat
wajar jika angka penggangguran diklaim terus menurun namun tingkat kesejahteraan
rakyat tidak membaik. Apalagi seiring dengan kegagalan pemerintah mengendalikan
inflasi khususnya administered inflation (barang yang harganya diatur oleh
pemerintah) seperti BBM dan TDL dan volatile inflation (inflasi barang yang
bergejolak) seperti pangan, membuat pendapatan riil mereka yang bekerja terus
menurun. Harga-harga membumbung tinggi sementara pendapatan nominal tidak
berubah.
Ke enam,
Pemerintah juga mengklaim bahwa utang negara terus berkurang. Rasio utang
terhadap PDB menurun hingga 26%. Terlepas dari perdebatan mengenai kepantasan
menggunakan PDB sebagai alat ukuran besaran utang, namun yang pasti nominal
utang Indonesia dari tahun ke tahun terus membengkak. Per Desember 2010
misalnya berdasarkan Data Departemen Keuangan, total utang pemerintah Indoneisa
mencapai Rp 1675 triliun. Akibatnya APBN yang semestinya dialokasikan
sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat justru 20 persennya (Rp 249 dari Rp
1,230 triliun) terkuras untuk membayar pokok utang dan bunganya. Angka ini
melampaui anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan berbagai bentuk subsidi
seperti pangan, pupuk, listrik, dan BBM.
Ketujuh, Neraca
Perdagangan Indonesia juga diklaim terus mengalami peningkatan oleh Pemerintah.
Bahkan, nilai ekspor Oktober 2010 disebut-sebut paling tinggi dalam sejarah
Indonesia yang menembus US$14 miliar. Memang ekspor Indonesia masih lebih besar
daripada impornya. Namun demikian komoditas utama yang diekspor oleh Indonesia
merupakan hasil sumber daya alam yang berbentuk bahan mentah atau setengah
jadi. Mirip-mirip pada era kolonial, di mana Indonesia menjadi pengekspor utama
rempah-rempah ke Eropa. Bedanya komoditas ekpsor kini lebih banyak bahan baku
energi seperti migas, batu bara, biji besi, nikel, dan minyak sawit. Ini
menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu menjadi negara industri yang dapat
mengoptimalkan bahan baku tersebut untuk kegiatan industri yang menghasilkan
nilai tambah yang lebih besar. Selain itu, komoditas sumber daya alam tersebut
sebagian besar merupakan kekayaan milik umum yang dalam pandangan Islam
seharusnya dikuasai oleh negara. Namun karena negara ini menganut sistem
kapitalisme, kekayaan yang diperoleh dari penjualan tersebut justru lebih
banyak dinikmati oleh para pengusaha swasta termasuk perusahaan asing-asing.
Hmmm ya
ternyata jokowi dan sby memang koinnya kapitalisme international.
Sama-sama dari Jawa dan Di dalam Namanya
ada huruf O.
Jokowi dan SBY
lahir di Pulau Jawa, jokowi yang di tengah (Jawa Tengah) SBY yang di timur
(Jawa Timur). Namanya ada huruf O nya Joko widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Ya huruf O nya sama-sama ada empat. Bukan sulap tapi nyata, bukan juga
kebetulan apalagi takdir, yang semuanya adalah materi.
Sama-sama Dari Partai Poltitik Penipu Rakyat.
Jokowi dari partai PDI-P sedangkan SBY dari partai SBY Demokrat yang kedua partai tersebut berkarakter sama, yaitu partai penipu yang kerjanya menggunakan politik pencitraan sebagaimana yang kita lihat mereka menguasai media massa yang ada di Indonesia. Politik popularitas yang mereka gunakan ke telinga rakyat hanyalah berisi janji-janji manis guna bermuara pada kepemilikan kekuasaan negara.
Dalam perkembangan Demokrasi di Indonesia pasca kemerdekaan hingga saat ini telah mengembangkan asas pemikiran dari rakyat untuk mengimplementasikan asas kedaulatan rakyat dengan berbagai cara yaitu kedaulatan berada langsung di tangan rakyat namun kedaulatan tersebut tidak pernah terwujud sebagaimana mestinya. Rakyat hanya bisa merasakan kedaulatan di saat perhelatan politik di mana keterlibatan langsung rakyat dalam menetukan pemimpinya di parlamen. Sementara perwakilan rakyat di parlamen pun tidak bisa berbuat banyak disebabkan para wakil rakyat hanya bisa berjuang untuk partai politiknya.
Banyak partai dan elit politik di negara ini tidak bisa lagi dipercaya membawa kedaulatan dan kepentingan rakyat, sebab yang ada hanyalah janji-janji politik demi meloloskan mereka (Para Elit Politik) pada saat bertarung di pentas perpolitikan baik tingkat Nasional maupun daerah dalam hal ini baik pemilihan lembaga legeslatif maupun esekutif. Rakyat hanya bisa mendapat Visi dan Misi para kandidat sedangakan kesejahteraan rakyat sangat mustahil diperoleh.
Dengan kata lain, Partai Politik sejauh ini belum memberikan makna yang signifikan dalam mengawal demokrasi. Demokrasi hanya dimaknai sebagai sekadar cara untuk membeli dukungan belaka. Demokrasi pun tak lagi memberikan harapan ketika partai politik dan elite politik terjebak pada permainan politik tingkat tinggi (high politic) yang tentunya juga berbiaya politik tinggi. Kegagalan partai politik menjalankan fungsi-fungsinya secara maksimal mengakibatkan citra partai politik semakin memburuk di era reformasi ini. Fungsi sosialisasi, rekrutmen, dan artikulasi politik selalu dikalahkan oleh fungsi meraih kekuasaan. Ciri elitisme yang diperankan partai politik selama ini telah meningkatkan apatisme rakyat. Ketidakpercayaan itu semakin menguat dalam banyak hal, bahkan terhadap hal-hal baik yang dilakukannya. Antipati itu bukan tanpa sebab, partai politik dinilai lebih banyak peduli kepada kepentingan kekuasaan daripada memediasi kepentingan rakyat.
Memang para wakil rakyat ketika bertarung di pentas politik membutuhkan modal besar, mulai dari proses rekrutmen sampai tahap sosialisasasi. Keinginan bertarung di pentas politik hanya bagi mereka yang bermodal, artinya hanya bagi mereka-mereka yang bermodal besar bisa menang dalam pertarungan, sebab dengan kekuatan modal (finangsial) dapat mengahasilkan berbagai macam strategi untuk menang dalam pertarungan. Maka tidaklah heran jika partai dan elit politik yang lolos dari pertarungan politik tidak mau melirik dan mensejahterakan rakyat sebab di benak mereka hanyalah bagaimana modal mereka biasa kembali dan partai meraka sejahtera.
Singkat
cerita:
Cuma 1 kalimat
yang cocok untuk kita teriakkan "PDI, Jokowi, borjuasi, atau TIDAK sama
sekali.''
Seperti yang dikatakan Zeli Ariany didalam (http://pembebasan-pusat.blogspot.com/2008/03/dunia-di-dalam-krisis.htmldalam) Apa yang harus kita selesaikan?
Menyikapi potensi krisis revolusioner, adalah sepenuhnya sesat pendapat (kaum mayoritas PRD-oportunis) yang menyatakan bahwa syarat-syaratnya belum ada; juga salah bila berpendapat: kalaupun potensinya ada, maka tak akan memiliki watak revolusioner. Mereka sampai-sampai buta pengetahuan sosialisme ilmiah, teori Marxisme revolusioner, mengenai potensi—sebuah potensi merupakan sesuatu yang dapat terjadi, sesuai dengan landasan-landasannya, sesuai dengan hukum-hukum ilmiahnya, bukan sesuatu yang sudah pernah terjadi atau harus terjadi pada waktu tertentu. Tentu saja, jika sesuatu telah terjadi maka terbuktilah potensi tersebut; untuk peristiwa tersebut, terbukti nyata terjadi. Namun suatu fakta yang sudah terjadi/tercapai tidak mesti menunjukkan/melambangkan potensi. Jadi, yang dianggap potensi (oleh PRD-oportunis) adalah sesuatu yang telah terjadi (yang akan dijadikan sebagai landasan strategi-taktiknya). SALAH. Itulah mengapa mereka tidak menghargai potensi gerakan perlawanan rakyat, dan mengambil jalan pintas: merger (menyubordinasikan diri) ke dalam PBR.
Di dalam
tulisannya, “Kampanye Pemilihan untuk Duma ke IV dan Tugas-tugas Kaum Sosial
Demokrat Revolusioner,” April, 1912, Lenin menegaskan bahwa krisis revolusioner
yang sedang tumbuh itu tidak tergantung hanya pada kita; ia tergantung pada
seribu satu sebab, pada revolusi di Asia dan pada sosialisme di Eropa. Akan
tetapi apa yang hanya tergantung pada kita ialah melakukan pekerjaan yang gigih
dan mantap di kalangan massa dalam semangat Marxisme, dan hanyalah pekerjaan
semacam itu yang, kapanpun dilakukan, tak akan sia-sia. Jauh sebelumnya, di
dalam dari mana kita mulai (1901), ia sudah mengatakan bahwa pembangunan sebuah
organisasi perjuangan dan memimpin agitasi-politik selalu menjadi pekerjaan
pokok di bawah situasi apapun, dalam segala periode, termasuk periode yang
‘membosankan dan penuh kedamaian,’ tak peduli ia ditandai oleh suatu ‘penurunan
semangat revolusioner.’ Justru dalam periode-periode yang begitu, dan di bawah
situasi-situasi seperti itulah, kerja-kerja demikian (membangun organisasi dan
memimpin agitasi-politik) sangat dibutuhkan, karena akan sangat terlambat untuk
membentuk organisasi di masa-masa terjadinya ledakan dan riuh rendah
pergolakan, atau partai itu harus berada dalam kondisi kesiagaan untuk beraksi
sewaktu-waktu. Krisis revolusioner akan lahir dari kontradiksi di dalam ekonomi
kapitalisme sendiri, namun ia tak bisa ditunggu, ia harus terus menerus didorong
dan dipersiapkan kedatangannya oleh kekuatan pelopor. Dan kitalah kekuatan itu:
sebuah partai politik yang mampu memberikan rumah organisasional sekaligus
identitas politik bagi rakyat miskin dan kelas pekerja. Dan seluruh elemen
gerakan yang revolusioner tetap percaya bahwa sosialisme itu tidak utopis,
tidak juga hanya mimpi.
Terkhusus buat
diriku bersama Kolektif Pembebasan Jogja. Bagi selebaran sebanyak dan seluas
mungkin, bangun panggung diskusi se-cakrawala dunia. Tebarkan gosip tentang
kapitalisme sampai ke dalam telinga semua mahkluk, teriakkan sosialisme sampai
perut bumi, bangun solidaritas perlawanan bersama rakyat yang berlawan. Kurangi
nge-bakso, perbanyak mandi, helmnya jangan disimpan sembarang. Tutup toples
baik-baik nanti ada semutnya, sisihkan uang sedikit untuk dana juang.
Salam mahasiswa yang melawan!
Gedung juang
selokan. ....>>>Buffallo soldier<<<
Pena : ANDI AFFANDIL HASWAT.
Referensi:
- http://pembebasan-pusat.blogspot.com/2013/09/menanti-keberanian-jokowi-ahok.html
- http://id.berita.yahoo.com/16-penggusuran-di-zaman-jokowi-073546985.html
- http://tekno.kompas.com/read/2014/01/05/1351269/Jokowi.Siapkan.Segalanya.demi.Pabrik.BlackBerry.di.Jakarta
- http://news.detik.com/read/2013/11/01/014226/2401169/10/
- http://www.komnasperempuan.or.id/
- http://www.bnpb.go.id/uploads/pubs/1.pdf
- http://id.wikipedia.org/
- http://sirusa.bps.go.id/
- (http://pembebasan-pusat.blogspot.com/2008/03/dunia-di-dalam-krisis.htmldalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar