Surat Pertama di Meja Kerjamu, Pak Presiden!

(surat dari aksi kamisan ke - 359)


Oleh : Arie Prm

Selamat, anda menjadi Presiden! Menjadi Presiden artinya menjadi pemimpin kebijakan, di tangan anda banyak tanggung jawab dan harapan dari ± 250 juta rakyat Indonesia, tapi sudahlah, itu konsekuensi menjadi Presiden. Saya hanya ingin mengingatkan satu hal penting, dan ini sudah pernah saya sampaikan pada pemerintahan sebelumnya. Jika ada waktu luang sebagai Presiden, coba luangkan waktu, pada hari Kamis, jam 16.00 WIB di depan istana Negara, ada yang sedang berdiri menggunakan baju hitam dan payung hitam. Jika anda gemar membaca berita maka anda pasti tahu siapa mereka, mengapa mereka setiap hari kamis, jam 16:00 WIB berdiri diam “melawan lupa” di depan istana.

Sudah tujuh tahun lebih, Pak, mereka berdiri di depan istana Negara tiap hari kamis, bukan sedang meminta belas kasihan, tapi mereka sedang meneggakkan kepala, menatap istana menunggu kabar anak dan sanak keluarga mereka yang ditelan penguasa dzalim. Jika anda berani, anda bisa langsung mendatangi dan bertanya kepada mereka, jika anda merasa itu membuang waktu anda, sempatkan waktu membuka dokumen–dokomen anda, pelajarilah! Itu kewajibanmu sebagai presiden, terutama rekomendasi DPR-RI dan Komnas HAM kepada Presiden untuk membentuk pengadilan Ad-Hoc namun, hingga detik ini, belum ada kejelasan sedikitpun. Jika anda sama sekali tidak peduli terhadap pengadilan Ad-Hoc terhadap penjahat HAM, saya khawatir pemerintahan anda sekarang akan melakukan kejahatan yang sama. Karena saya yakin, membiarkan kejahatan juga merupakan kejahatan.

Jika anda seorang presiden yang slogannya “jujur, bersih dan merakyat”, tunjukan bahwa anda bukan pembual, berikan kepada 13 orang saudara dan kawan saya yang hilang agar memperoleh hukum secara adil, jika anda tidak memiliki keberanian membuka kejahatan ini, maka anda benar–benar produk penipu. Tidak jauh berbeda dengan presiden sebelumnya yang meninggalkan warisan UU anti demokrasi (UU Ormas, UU Intelejen Negara, UU Penanganan Konflik Sosial, UU Terorisme), Jika anda benar–benar “merakyat”, berupayalah untuk mencabut regulasi anti demokrasi. Jika tidak, berarti anda sedang atau sudah bermetamorfosa menjadi sipil yang militeristik. Apalagi di belakang anda, para jenderal penjahat HAM selalu membayangi.  

Jika anda mantan militer, maka saya tidak punya harapan apa–apa terhadap presiden macam anda! Karena anda salah satu pelaku kejahatan HAM, pengalaman anda di militer tidak dididik untuk berdemokrasi. Dari pengalaman rakyat dan literature sejarah, militerisme hanya berani membunuh rakyatnya sendiri, anda tentu tahu kasus tahun 1965, Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, Tanjung Priok, Talangsari, 27 Juli, hingga Kasus Munir. Jika anda tidak segera menegakkan hukum dan HAM, sudah pasti saya makin membulatkan tekad bahwa anda adalah anak haram reformasi!


Salah satu slogan kampanye anda “berani dan tegas”, harusnya anda berani memenuhi panggilan Komnas HAM. Saya khwatir, anda tidak tahan memimpin dengan gaya demokrasi, anda akan bosan karena harus banyak berkompromi dengan banyak kepala, formasi di belakang anda didukung kelompok fundamentalis anti demokrasi, lalu anda benar–benar meraung–raung seperti macam asia “kelaparan”, berubah menjadi otoriter yang mengatas namakan rakyat. Atas nama rakyat! Lalu, tanah petani anda gusur, upah buruh anda pangkas. Entah bagaimana nasib aksi Kamisan di depan istana yang menunggu kejelasan anak dan sanak keluarganya, mungkin perjuangan akan lebih berat. Hingga tidak saja hari kamis, setiap hari kita semua akan menggunakan baju hitam dan payung hitam.

Terdengar sayup-sayup, Soeharto akan anda jadikan pahlawan nasional. Bagi saya pahlawan adalah manusia yang tinggi derajatnya karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Wiji Tukul yang kemana-mana membawa sajak puisinya lebih pantas menjadi pahlawan. Marsinah, seorang perempuan buruh yang tewas di tangan tentara karena memperjuangkan haknya, jauh lebih gagah berani ketimbang Soeharto. Adalah jauh lebih pahlawan Bimo Petrus, Suyat, Hendrawan yang masuk ke pabrik-pabrik, dari kampus ke kampus, mengajak untuk menghancurkan pemimpin yang dzalim dengan membawa selebaran. Selebaran Pak Presiden, Bukan Bom !

Hari ini, saya cukupkan sekian. Semoga Tuhan memberi keberanian yang baik hati agar anda tak menjadi pengecut untuk mencari tahu siapa yang menghilangkan 13 kawan, saudara dan anak kami, dan menghukumnya, dan menegakkan HAM, bahkan jika pelakunya mungkin orang terdekat anda sendiri, semoga Tuhan memberi anda keberanian yang lebih banyak lagi.

Sekali lagi, semoga Tuhan lebih banyak lagi memberikan pendengaran jiwa dan hati, memberi perabaan kemanusiaan yang lebih peka untuk anda, bahwa, ada kami dalam aksi Kamisan di depan istana Negara. Kami mencari keadilan, kami mencari saudara, anak dan kawan kami yang masih HILANG!







*Ketua Umum PEMBEBABASAN (Pusat perjuangan mahasiswa untuk pembebasan nasional)




Unknown

Mari Berteman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar