Sembako Melambung Tinggi, Petani, Pedagang Kecil Dan Rakyat Dirugikan!


(Selamat Sahur dan Berbuka Puasa Kawan-kawan)


Pemerintah Menonton Rakyat Menderita.


Bulan Ramadhan tiba, menandakan bulannya umat islam untuk menjalankan ibadah puasa ramadhan. Selama kurang lebih 30 hari umat islam menjalankan ibadah puasa hingga idul fitri tiba. Makna puasa tersendiri dalam ajaran islam secara bahasa adalah menahan diri baik makan, minum, dan segala perbuatan. 


Menggaris bawahi kata perbuatan, maka menahan diri dari segala perbuatan termasuk didalamnya menahan diri untuk tidak berbuat menindas rakyat. Semestinya memang begitu, namun realitanya adanya ramadhan ini dimanfaatkan oleh golongan orang untuk semakin menindas rakyat. Kenaikan harga bahan-bahan pokoklah yang menjadi benang merah rakyat semakin menderita di kala ramadhan tiba.

Sudah menjadi ritual yang pasti dalam beberapa tahun ini, ramadhan datang maka harga bahan pokok pun datang dengan harga yang melambung tinggi. Dalam hal ini ada banyak elemen rakyat yang menderita, mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia menjalankan ibadah ini dan diantara mereka banyak dari golongan kelas menengah kebawah. 

Dan, pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan pokok pun akan menjadi lebih besar karena harga yang melambung tinggi. Nah, ketika rakyat menderita siapa yang bertanggung jawab? Sementara ramadhan tahun 2014 ini bertepatan pula dengan momentum pilpres 2014. Bagaiamana para capres yang saat ini sedang sibuk berjualan janji manis menanggapi penderitaan rakyat?. Ini tidak hanya sekadar bualan kosong belaka, kenyataan di lapangan banyak ditemui keluh kesah dari rakyat terkait kenaikan harga ini.

Realita Pasar dan Tanggapan Rakyat Kenaikan harga bahan pokok sudah menjadi tradisi di Indonesia, seperti dipaparkan diatas, Ramadan datang dapat dipastikan jika harga bahan pokok mengalami kenaikan. Sebenarnya sejumlah kenaikan terpantau sudah terjadi sejak dua minggu menjelang awal Ramadan ini. Melihat dari banyaknya media yang banyak memberitakan masalah kenaikan harga menjelang ramadhan. Dan memang benar adanya kenaikan harga bahan pokok ini, tidak hanya media yang memberitakan.

Memantau harga di pasar talok, pasar kecil yang berada di Sleman, salah satu kota di Yogyakarta juga tak luput dari sasaran kenaikan harga. Seperti yang diungkapkan salah satu pedagang di pasar tersebut yang membenarkan adanya kenaikan harga bahan pangan ini. Diungkapkan ibu Rus salah satu pedagang sembako yang sedang duduk menunggui lapaknya yang sepi pada, Minggu (29/62014), “ya mbak, puasa harga sembako pada naik, ini udah kayak rutinan gak cuma puasa, tapi kaya natal juga, yang hari-hari besar lah mbak.” Kenaikan harga di pasar ini bisa dibilang cukup drastis naiknya, sekitar 4-15% untuk kenaikan per bahan pangan. Dan naiknya bahan pangan ini yang cukup drastis justru pada bahan-bahan pangan yang  menjadi bahan pangan utama. Sebagai contoh harga sembako di pasar talok tepatnya di kios milik ibu Rus ini salah satunya. Harga telur, yang awalnya sebelum jelang ramadhan harganya  Rp. 16.200 ,- per Kilo gramnya kini menjadi Rp. 18.700,- per kilo gram. Begitu juga dengan gula jawa yang bisa digunakan untuk bumbu masak, yang awalnya hanya Rp. 95.000,- per sepuluh kilogram kini menjadi Rp. 120.000,- per sepuluh kilonya.


Selain telur dan gula jawa, harga beras juga mengalami kenaikan harga. Meskipun masih belum terlalu signifikan, yakni per hari hanya Rp. 100,- per kilonya. Sedangkan gula pasir harga per sak atau per 50 kilogram juga sudah mengalami kenaikan hingga Rp. 10.000,- per sak.


Naiknya harga tidak hanya dialami oleh sembako, melainkan dialami juga daging ayam dan daging sapi. Sumarni pedagang daging ayam di Pasar Wates menuturkan, untuk harga daging ayam mencapai Rp. 32.000,- per kilogram untuk jenis broiler. Sebelumnya harga daging ayam ini hanya berkisar antara Rp. 26.000,- sampai Rp. 27.000,- per kilogram. Untuk daging ayam kampung, semula harga berkisar Rp.50.000,- sampai Rp. 55.000,- per kilogram, kini mencapai Rp.65.000,- per kilogram. Sementara untuk harga daging sapi, saat ini mencapai Rp. 100.000,- per kilogram.


Tidak hanya sembako dan daging yang mengalami kenaikan harga, tapi sayuranpun mengalami lonjakan harga. Salah satunya harga kemiri yang awalnya Rp. 5000,- kini menjadi Rp. 7000,-. Juga bawang merah dari Rp. 17.000,- menjadi Rp. 20.000,- per kilogram, bawang putih dari Rp. 12.500,- kini menjadi Rp. 14.000,- per kilogram. Kentang dari Rp. 5000,- menjadi Rp. 8.000,- dan berbagai macam sayur lainnya dengan segala variasi harganya.


Naiknya harga ini membuat banyak pedagang pun menaikan harga di kiosnya agar tidak mengalami kerugian. Namun, dampaknya menjadi penjualan habis dalam jangka waktu yang lama. “Padahal, banyaknya persediaan bahan-bahan sembako tetap banyak disediakan, tapi yang biasanya sehari langsung habis sekarang  paling baru habis setelah tiga hari.” Tutur bu Rus yang selama diwawancarai terlihat hanya ada satu pembeli yang mengunjungi kiosnya.


Kondisi yang seperti ini membuat pedagang sembako banyak yang menyayangkan kenaikan harga di setiap kali datangnya ramadhan. Karena disadari atau tidak kenaikan ini membuat pedagang sembako tidak bisa mencari untung karena harga yang sudah mahal dan konsumen jarang yang mau menerima kenaikan harga. Pedagang sembako pun mempunyai harapan agar tidak ada lagi kenaikan-kenaikan harga, karena sisa uang bisa digunakan untuk belanja yang lain. Lagi-lagi bu Rus penjual sembako megungkapkan, “pengine yo harga-harga tetep murah, kan iso dinggo jereng-jereng, iso dinggo liyane nek regane ra naik.”


Meskipun ada juga pedagang yang masih belum menaikan harga jual dagangannya. Seperti ibu Ratna, pemilik kios di pasar Wates yang menuturkan “saya masih menjual gula pasir Rp. 9.500,- per kilogramnya, karena segitu juga masih untung walaupun cuma sedikit. Habis kalau dinaikan nanti malah kiosnya jadi sepi, malahan gag laku,” kata Ratna.


Selain dari kalangan pedagang sembako, keluhan-keluhan terhadap kenaikan harga juga dialami oleh pedagang-pedagang makanan siap saji. Dia akan lebih merasa kebingungan menyikapi kenaikan harga. Apalagi kalau pedagang makanan siap saji itu adalah pedagang kaki lima.


Hal ini seperti yang dialami oleh Dayat dan kawan-kawanyya, mahasiswa yang membangun usaha ayam geprek di sekitar kampus UIN Sunan Kalijaga. Dikarenakan harga cabai naik, membuatnya kelabakan menanggulangi kenaikan harga ini hususnya harga ayam yang menjadi icon usahanya. Pada ahirnya tetap menjual ayam geprek dengan harga awal menjadi pilihannya menanggulangi kenaikan harga.


Dituturkan melalui pesan pendek “pengaruhnya pasti ada, tapi kami tetap menetapkan patokan harga ya segitu, walaupun pendapatan agak sedikit menurun dari sebelumnya, karena jika kami menaikkan harga makanan seperti harga ayam dan cabe,maka juga akan berpengaruh terhadap pelanggan, dan masalah rugi atau tidak allahu a’lam, karena rezeqi allah lah yang menentukan”. 


Para pembeli lain sebagai konsumen untuk sendiri dan keluarga juga tak luput dari keluh kesahnya terhadap pelonjakan harga. Musyarofah salah satu pembeli di pasar talok yang ditemui pada Sabtu (28/6/2014) mengharapkan ada penanganan dari pemerintah, karena di khawatirkan akan terus terjadi kenaikan harga sampai idul fitri nanti. Kalau harga melambung tinggi, dikhawatirkan pula masyarakat tidak mampu membeli bahan-bahan pangan.


“Ya, kalau pemerintah yang menentukan harga-harga ndak papa, tapi ya liat kondisi masyarakat juga. seperti saya misalnya, saya punya keperluan makannya belanja banyak, tiap harinya bisa belanja, kalau bisa ya jangan dinaikkan terus, kalau ada yang murah ya itu lebih baik.” Tutur musyarofah.


Ada yang meraup untung dari situasi ini.


Naiknya harga bahan pangan tidak hanya membawa dampak kerugian, ada yang diuntungkan dari situasi yang seperti ini. Meskipun rakyat kecil menderita karena harus mengeluarkan uang lebih banyak, namun ada yang meraup keuntungan didalamnya. Mengambil dari salah satu referensi tulisan seorang kawan. Bahwa ada tengkulak yang paling dekat yang diuntungkan dari situasi ini. Karena tengkulak mendistribusikan bahan pangan dari desa ke pasar, sehingga ada permainan monopoli perdagangan disini.


Namun, meskipun tengkulak diuntungkan, kelas petani tidak diuntungkan dari situsi ini. Mereka juga justru mengalami penindasan, karena mereka menjual hasil taninya pun tidak seberapa. Hanya tengkulak memanfaatkan situasi ramadhan ini untuk menaikan harga, karena banyak masyarakat yang akan membelanjakan uanngnya untuk memenuhi kebutuhan pangan lebih banyak dari hari-hari biasanya.


Monopoli perdagangan bisa diibaratkan seperti misalnya harga kemiri yang kini mencapai Rp. 7.000,-, harga dari petani ke tengkulak sebetulnya berkisar Rp. 2000,- namun sampai di pasar tegkulak menjualnya dengan harga Rp. 7000,-. Dengan alasan tambahan biaya transportasi lah, tengkulak menaikan harga sebegitu tingginya.


Maka disinilah, peranan tengkulak mengambil nilai lebih dari keringat petani, dan juga sudah pasti tengkulak itu Ia para pengusaha besar yang menganut paham kapitalisme. Sehingga dalam situasi ramadhan ini sudah menjadi tradisi, disambut dengan kebutuhan masyarakat yang bertambah besar, mulai dari kebutuhan pokok sampai pada kebutuhan sandang nantinya menjelang idul fitri.


Selain tengkulak, momentum kenaikan harga ini juga bisa dimanfaatkan oleh para pengusaha yang tak bertanggung jawab. Yang menurut AKLI (Asosiasi Pedagang Kaki Lima) ada ‘pengusaha hitam’ yang memanfaatkan situasi seperti ini untuk meraup keuntungan.Hal ini seperti yang disampaikan Ketua DPP Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI) pada GATRA NEWS, dimana disampaikan oleh Ali Mahsun yang menilai ada 'pengusaha hitam' yang bermain di balik naiknya sejumlah bahan pokok menjelang Ramadhan tahun ini. Dan pemerintah, dalam hal ini Kementrian Perdagangan (Kemendag) harus segera turun tangan untuk melakukan operasi harga di setiap pasar.


"Menurut kami ini akibat aji mumpung pengusaha yang selalu mengail di air keruh tiap tahunnya. Tahun lalu, dua tahun lalu, tiga tahun lalu tetap seperti ini. Seakan-akan barang (kebutuhan pokok) berkurang tapi sebenarnya ditahan, sehingga stok barang berkurang. PKL di sektor hilir juga resah, mengalami sebuah rasa yang tidak enak dengan masyarakat,” ungkap Ali pada GATRA News.


Dari dua data diatas, lagi-lagi kita harus berbicara sistem ekonomi kapitalisme. Dimana memang sudah banyak diketahui, sistem ekonomi seperti ini akan banyak merugikan masyarakat. Hususnya masyarakat dari kalangan kelas menengah kebawah. Karena kapitalisme hanya memikirkan keuntungan dari kelas pengusaha atau pemodal, tanpa memikirkan kebutuhan rakyat bawah.


Bagaimana dengan Pemerintah?


Banyak dari rakyat yang bergantung pada kebijakan pemerintah terkait kebijakan kenaikan harga ini. Apalagi ditambah momen ramadhan ini juga bertepatan dengan momen pemilihan presiden 2014 yang jatuh pada 9 juli 2014 mendatang. Dan ini menjadi lahan subur untuk para calon presiden mengkampanyekan hal-hal yang membuat rakyat senang.


Namun, sangat disayangkan apabila ternyata banyak diantara mereka yang di pemerintahan ataupun para calon presiden itu adalah, mereka yang juga pelaku kapitalisme ataupun badut-badutnya. Bagaimana pemerintah berperan untuk kepentingan rakyat sedangkan mereka bagian dari badut-badut penindas rakyat, terbukti dengan tidak mampunya pemerintah  saat ini mengawasi "mafia" pasar atau tengkulak yang memainkan monopoli harga sembako.


Semestinya pemerintah mampu memfasilitasi para petani agar dapat mendistribusikan hasil taninya langsung ke pasar, tanpa melalui perantara tengkulak. Sehingga tengkulak tak memanfaatkan petani dan pedagang pasar, dengan menaikan harga jual dari petani ke pasar, dan tak ada kelangkaan bahan pangan yang bisa saja disembunyikan oleh tengkulak.


Kenyataannya pemerintah hanya sibuk mengurusin perut sendiri, tak memikirkan kepentingan petani dan rakyat hingga mengakibatkan banyak rakyat menderita sakit sebab tubuh kekurangan gizi di karena kan sembako yang tak mampu di beli, dan dalam kondisi hari-hari yang harus menahan untuk tidak makan selama kurang lebih 14 jam. Selain itu juga pemerintah kurang mengontrol pasar, sehingga memberikan kesempatan para pengusaha nakal untuk menaikan harga komoditinya.


Pemerintah yang saat ini sedang disibukkan dengan pestanya, pesta pilpres 2014 yang akan semakin membawa penderitaan rakyat. Karena kandidat capres yang berbasis militerisme, akan membuat kapitalisme semakin bercokol di bumi ini dengan memanfaatkan alat militer selaku alat untuk menjaga kapitalisme.


Selain itu, pemerintah yang saat ini sibuk menndas rakyat dengan melakukan penggusuran tanah rakyat. Di Karawang dan Rembang adalah dua bukti nyata yang saat ini bisa kita lihat, sebagai bentuk penindasan yang dilakukan pemerintah terhadap rakyat sendiri. Dan kondisi yang saat ini tak membuat para capres begerak membebaskan rakyat, hanya diam dan menonton penindasan. Dengan tetap berjualan janji-janji manis untuk menghisap rakyat.








Pena: Biasa dipanggil Fullah, Saat ini aktif di PEMBEBASAN Kolektif Sleman, diberi kepercayaan oleh kolektifnya menjadi Kompartemen Perempuan PEMBEBASAN Kolektif Sleman.





Daftar Refrensi:

  • https://www.facebook.com/notes/tri-yaldi-pane/selamat-datang-ramadhan-selamat-datang-penderitaan-rakyat-miskin-selamat-bahagia/179110215597677
  • http://www.gatra.com/pernikramadhan/55471-apkli-ada-pengusaha-hitam-di-balikk-naiknya-harga-bahan-pokok.html


Karya Gambar:

  • Anonymous ART of Revolution

Unknown

Mari Berteman:

1 komentar:

  1. silakan tinggalkan komentar, kritik, saran, atau apapun, yang penting mempunyai semangat membangun,

    BalasHapus