Tangkap dan Adili Penjahat HAM, Lawan Kebangkitan Militerisme dan Orde Baru, Menuntut Kebebasan Berorganisasi dan Berideologi. (Mengenang Kejatuhan Soeharto/Reformasi)
Sudah 16
tahun, reformasi bergulir, teriak yel-yel kebebasan sudah jarang terdengung di
jalanan, yang pada saat Orde Baru hampir setiap hari terdengar sebagai teriakan
perlawan terhadap rejim diktator Soeharto. 16 tahun lalu, mahasiswa dan rakyat
menunjukan kekuatannya dihadapan militer dan kapitalis internarsional, memaksa
Soeharto untuk melepaskan jabatannya.
Soeharto
rejim berlumuran darah, yang mengambil kekuasaan dengan membunuh, menculik, lebih dari
satu juta orang rakyat Indonesia demi kepentingannya untuk berkuasa. “Dalam
empat bulan saja, lima kali lebih banyak orang telah mati di Indonesia daripada
di Vietnam selama 12 tahun.” Bertrand Russel.
Lahirnya Orde
Baru dapat ditelusuri dari sebuah peristiwa pada dini hari 1 Oktober ketika
beberapa orang jenderal diculik, dibunuh, dan dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta
Timur. Paginya Mayor Jenderal Soeharto sebagai Panglima Komando Strategis
Cadangan Angkatan Darat (KOSTRAD) sudah mengambil ahli militer dan merebut
serta meguasai kota Jakarta.
Angkatan
darat di bawah komando Soeharto berkonslidasi, kemudian diikuti konslidasi
mahasiswa yang diwadahi di dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada
tanggal 25 Oktober 1966 didirikan melalui hasil kesepakatan sejumlah organisasi
yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan
(PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, (Militer). PMKRI, HMI, PMII, Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi- organisasi
Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa
(IPMI). Kemudian berujung dengan
aksi-aksi mahasiswa yang menuntut dengan tuntutan Tritura: Menuntut pembubaran
PKI, Retool kabinet Dwikora, dan turunkan harga barang. Dideklarasikan
pada 10 Juni 1966
(Baca:http://pembebasanjogja.blogspot.com/2014/03/angkatan-66-dalam-pelukkan-militer.html).
Kekuatan
Angkatan Darat mengawali politik pembersihan terhadap PKI (Partai Komunis
Indonesia) dan organisasi-organisasi massanya melalui propaganda lewat media
cetak dan eletronik dengan rekayasa penculikan para Jenderal serta kampanye
hitam yang menuduh PKI dan simpatisannya membenci agama. Setelah kampanye hitam
itu berhasil menipu rakyat, dimulailah operasi pembersihan lawan politiknya
yaitu: PKI dan Soekarnois. Milisi-milisi sipil atau organisasi preman dan
militer beraksi di desa dan kota, menculik, menyiksa, membunuh yang mereka
anggap sebagai pendukung PKI. Puluhan ribu orang ditangkap, disiksa,
ditahan di penjara atau di kamp konsentrasi Pulau Buru tanpa melewati
persidangan di pengadilan serta tanpa mengetahui kesalahannya, para tahanan
politik dikurung tak berdaya. Anggota Gerakan Wanita Indonsia (Gerwani)
ditangkap, diperkosa ditahan di berbagai tempat penahanan, setelah militer
menghembuskan isu melalui pers dengan rekayasa bahwa terjadi upacara penyiksaan
secara keji (menyilet alat kelamin para jenderal) di Lubang Buaya.
Terjadinya
peristiwa ini masih meninggalkan tanda tanya besar, dan perdebatan sengit,
tentang siapa sebenarnya yang memicu terjadi peristiwa tersebut, namun yang
pasti militer beserta kroninya harus bertanggung jawab atas jutaan nyawa
manusia yang hilang. Menurut penelitian dan studi beberapa ahli mengatakan
tidak kurang dari 250.000 hingga satu juta orang tewas.
Di saat
Soeharto berkuasa, dengan mengadalkan kaki tangannya (Militer) Soeharto mengekang
kebebasan rakyat Indonesia, perlawanan dibungkam dengan senjata, satu persatu
korban terbunuh, sampai hari ini belum juga menemukan titik terang siapa yang
menjadi dalang pembunuhan dan penculikan para aktivis pro demokrasi (Wiji
Thukul, Elang, Moses dll).
Peristiwa-peristiwa
berdarah terus bergulir selama Soeharto berkuasa, (Kedung Ombo, Timur-Timur,
Operasi Seroja, Malari, Tragedi Triksati dll) siapapun yang menentang akan
berhadapan dengan senjata. Kebencian terhadap rezim Soeharto sudah
menyebar di segala lapisan masyarakat, tidak hanya mahasiswa yang gelisah,
dengan pengekangan berpikir dan tak ada kebebasan berorganisasi, kaum buruh
juga mendapatkan dampak buruk dari kekuasaan Orde Baru, upah murah serta tak
ada jaminan kesehatan membuat kaum buruh selangkah demi selangkah melakukan
perlawan terhadap Orde Baru. Sedangkan petani bangkit mengangkat parang ketika
tanah yang dimilikinya dirampas rezim otoriter Soeharto. Hingga memuncaknya
kemarahan mahasiswa dan rakyat, berbondong-bondong menduduki gedung DPR, yang
memaksa Soeharto untuk mengakui kekuatan massa memaksanya mundur.
Walau
reformasi telah bergulir, sesungguhnya rakyat tak mendapatkan demokrasi yang
menjadi impiannya, yaitu rakyat berpartisipasi terhadap semua kebijakan Negara, betul bahwa kebebasan sedikit demi sedikt telah bergulir, banyaknya pertumbunhan organisasi perempuan, mahasiswa, buruh, petani dll, namun itu
semua belum cukup membayar 32 tahun rakyat dibungkam senjata. Saat ini pelan
namun pasti militerisme mulai kembali menyarang di dalam gedung Istana Negara,
beberapa tahun terakhir pelanggaran HAM yang terjadi di jaman Soeharto kembali
bergulir di Indonesia, (Kasus BIma, Kasus Lampung, Pemberangusan Suku Anak
Dalam dll) yang bearti pemerintah dengan sadar menjalankan praktek militerisme untuk pengamanan modal dan kekuasaan politiknya. Beberapa peristiwa
mengindikasikan bahwa bahaya militerisme kembali akan menerpa kehidupan
rakyat di negeri ini.
Jika
dikatakan reformasi menjamin kebebasan berorganisasi, tentu tak ada peraturan
yang mengekang kebebasan berorganisasi seperti UU Ormas, UU PKS, UU Intelejen
dan masih ada pelarangan terhadap ideologi tertentu yang dianggap dapat
mengganggu stabilitas politik di Indonesia, tentu itu hanya menjadi alasan untuk
pemerintah menghambat berdirinya demokrasi di negeri ini.
Berpijak dari situasi di atas, PEMBEBASAN menyatakan Sikap:
- Tangkap dan adili Prabowo beserta Jenderal-Jenderal penjahat HAM lainnya.
- Selesaikan kasus-kasus pelanggar HAM, Peristiwa 1965, Marsinah, Wiji Thukul, Kedung Ombo, Tragedi Trisakti, Malari, Penculikan aktivis, Kerusuhan Mei, dan berbagai kasus kejahatan HAM lainnya.
- Kembalikan TNI ke barak.
- Ambil ahli bisnis Militer ke tangan Negara di bawah kontrol rakyat.
- Bubarkan komando teritorial.
- Cabut UU, Tap MPRS dan RUU yang anti demokrasi: UU Ormas, UU PKS, UU Intelejen, Tap MPRS NOMOR XXV tahun 1966, RUU Kamnas.
- Perubahan UU Partai dan Pemilu, tak boleh lagi ada penjahat HAM yang membangun partai dan mencalonkan diri menjadi pemimpin tanpa proses pengadilan.
Ketua Umum
Arie Nasrullah Lamondjong, SIP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar