Kata temanku
jangan bingung lek, Negara udah bingung, jangan kamu tambahin lagi, ntar makin
kebingungan. Ya ini yang menjadi desas-desus hatiku, 2014 kata si kakek tua,
adalah tahun di mana titik tolak dari sebuah angan kesejahteraan, kedamaian,
keadilan bahkan kesetaraan, atau kata komplitnya tahun penentu dari sebuah
cita-cita bangsa; Tahun Politik dalam bahasa para elit. Tahun ini adalah tahun
terburuk pesta demokrasi, di mana hampir di setiap polosok negeri menayangkan
wajah suram Pileg (Pemilu Legislatif) dengan praktek kecurangan. Ya,
Money Politic bahasa gaulnya.
Kali ini saya
tak ingin membahas kenapa dan bagaimana money politic itu mendominasi
pertarungan politik di Nusantara, sedikit menyelipkan kata kawan Marx dalam
Ekopolnya (Ekonomi Politik Karl Marx): "Konflik bermula dari
keserakahan di mana materi, kekuasaan, menjadi mutlak untuk dimiliki." Di
tengah gonjang-ganjing persoalan Pileg (Pemilu Legislatif) yang belum
terselesaikan, kita disajikan kembali menu penutup restoran kesengsaraan yang
sedang diracik khusus oleh koki-koki dari berbagai macam keahlian dan warna
pakaian: Sebut saja warna merah sang penghegemoni pikiran rakyat dengan
blusukannya, kikir terhadap upah buruh, pro kapitalis dan juga berwatak
militerisme, (Jika dia berkuasa, tak ingin memberantas penjahat HAM) ini
diperkuat dengan dukungan 25 Jendral dan pengusaha atas pencapresannya. Yang
terakhir koki terhebat bertato burung garuda dengan menu andalannya menculik,
membunuh manusia yang bertentangan dengannya. Ya, sang militerisme, penjahat
HAM, penculik aktivis pro demokrasi, melakukan penindasan terhadap Buruh di
pabrik kertasnya dengan tak membayar gaji buruhnya lebih dari 5 bulan. Ini lah
koki-koki yang sedang merebut simpati juri (rakyat) untuk menyandang Master
cheff restoran Negeri.
Anehnya dengan
latar belakang kedua koki di atas yang semua adalah penyaji kesengsaraan
rakyat, tapi para juri antusias menyambut persaingan kedua koki ini. Apa yang
salah dengan rakyatku? ketidaktahuan kah? mungkin sedikit kompromis jawabku
adalah rakyatku tak tahu.
Mirisnya yang
katanya kaum intelektual juga berbondong-bondong mendukung masing-masing
jagoannya. Bukan mereka (para elit) jalan keluar dari kebobrokan restoran
negeri! Rakyat sudah saatnya membangun politik alternatif untuk rakyat dan dari
rakyat sendiri. Dengan persatuan rakyat dapat membangun kekuatan politiknya
sendiri.
Jangan percaya pada mereka! Belakangan ini perilaku Partai Politik dan Politisi makin hari makin menampakkan moral kriminal dan tipu daya. Korup, haus kekuasaan, adalah bukti kongkrit amburadulnya panggung politik di Indonesia. Dimana-mana terjadi penggusuran petani dan kaum miskin kota, pengangguran terus bertambah, pendidikan tak bisa dijamah rakyat miskin, dan masih banyak lagi perilaku bobrok para elit, tentu saja ini punya benang merah dengan ekonomi-politik di Indonesia. Dengan dalil percepatan pembangunan ekonomi hak manusia diinjak dan dicampakkan, nyawa melayang, untuk sebuah keserakahan.
Masih maukah
kau gantungkan harapan pada mereka sang pembunuh, kaki tangan kapitalis,
pelanggar HAM dan rakus itu? Tak ada alasan mendukung mereka!
Dalam
kenyataannya kita tidak bisa menggantungkan perubahan pada partai politik dan
elit politik borjuis, yang dalam sejarahnya tak pernah konsisten membela
perjuangan rakyat. Kita membutuhkan prinsip kemandirian politik, pemerintahan
alternatif diluar dari syarat-syarat kapitalisme. Oleh karena itu, membangun
gerakan alternatif untuk memperjuangkan pembebasan nasional adalah syarat bagi
perubahan mendasar, sebagai proses menuju sosialisme dan membuang jauh-jauh
sistem biadap yang tidak manusiawi, memaksa manusia harus saling menjatuhkan,
tanpa berusaha bekerja sama, memaksa manusia sibuk dengan kekuasaan, daripada
menjalin persatuan, sistem ini yang tak boleh ada di muka bumi. Jika ada, maka
hanya tersaji dan dinikmati oleh segelintir orang serakah (kapitalisme).
Persoalan Kemiskinan adalah Persoalan Seluruh Rakyat!
Di segala lini
dan sisi kehidupan, kita dihadapkan dengan persoalan kemiskinan. Buruh dibayar
murah, bahkan tragisnya buruh di dalam pabrik yang memproduksi roti nikmat
bermerek Sari Roti tak dibayar. Pendidikan mahal, rakyat dibantai jika
memperjuangkan haknya, pengangguran meningkat, penggusuran dimana-mana, dan
Negara seakan nihil dan menjauh.
Di tengah
persoalan sosial yang kompleks, Negara makin massif memoles penindasan dengan
regulasi anti rakyat. Sebut saja UU Intelejen yang menginjak Demokrasi, UU
Kamnas (Keamanan Nasional), UU PKS (Penanggulangan konflik social), UU Ormas,
di mana UU tersebut memiliki dampak menghambat rakyat dalam menuntut kesejahteraan.
Secara umum nafas Undang-Undang tersebut memuat makna dominan untuk membatasi
demokrasi ketimbang mendorong kewajiban Negara melindungi dan memberikan
keamanan, termasuk melindungi Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Negara akan lebih Demokratis jika kaum
buruh berkuasa, dibanding Negara yang didirikan oleh partai elit, menggunakan
Demokrasi Parlementer sebagai tameng kebebasan. Negara kaum buruh akan
menciptakan basis materil bagi pelaksanaan kebebasan demokrasi. Negara kaum
buruh akan meluaskan demokrasi langsung. Negara kaum buruh akan mengumpulkan
massa rakyat pekerja dalam dewan buruh, sebagai peyelenggara demokrasi. Negara
kaum buruh akan menjadikan pers cetak, stasion radio, televisi, dan barang
public lainnya sebagai kepemilikan kolektif. Negara kaum buruh memberikan hak
untuk mendirikan berbagai macam organisasi dan partai politik, termasuk oposisi
sekalipun. Karena sejatinya negara kaum buruh membutuhkan demokrasi sebagai
syarat berdirinya Sosialisme.
Pena: Randi
panggilan sehari-hari dari teman-temanya, selain membuat berbagai macam
artikel, ia juga turun dalam mengorganisir perlawanan rakyat di basis konflik,
saat ini ia aktif sebagai Ketua Pembebasan (Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk
Pembebasan Nasionan) Kolektif Sleman. Dalam piala dunia 2014 yang digelar di
Berazil, kawan Randi menjagokan Jerman, sebagai Tim kesayangannya.
Referensi:
- Pengantar
marxisme.
- Diskusi di
LDN (Lingkaran Diskusi Nusantara) Setiap selasa jam : 16.00 WIB.
Referensi Gambar:
- https://www.facebook.com/pages/Anonymous-ART-of-Revolution/362231420471759
Tidak ada komentar:
Posting Komentar