Tolak Pemilu Borjuis 2014 dan Lawan Militerisme.

PEKAT PEMILU BORJUIS 2014.(Persatuan Aksi Tolak Pemilu Borjuis 2014): PEMBEBASAN Yogyakarta dan IMM FAK HUKUM UMY.


Menolak Pemilu Bukan Bearti Anti Terhadap Demokrasi!



Dalam perjalanan bangsa ini pasca 65 (keruntuhan kekuasaan Soekarno), rakyat selalu dipaksa memilih calon pemimpin yang bukan berasal darinya dan tak menjalankan keinginan rakyat! Sementara para penjual kandidat calon pemimpin selalu berleha-leha dengan kepentingan sendiri dan kelompoknya, sehingga pilihan tepat untuk rakyat saat ini dalam menentukan sikap politiknya terhadap Pemilu Borjuis 2014, sejatinya adalah menolak dengan melawan ajang pemilihan para calon penipu rakyat itu sendiri.

Tidak hanya buruh dan petani yang mendapat dampak dari kebengisan para penguasa di negeri ini, ada mahasiswa sebagai kaum terpelajar juga menjadi bagian dari masyarakat yang merasakan lansung belenggu penindasan dari kuasa para borjuis. Mahasiswa saat ini lebih memilih tunduk pada kekuasaan negara dibanding harus melawannya dengan keberanian dan pengetahuannya. Lahirnya generasi cabe-cabean (generas instan/manja), mahasiswa bukan tercipta dengan sendirinya, namun ada upaya dari pemerintah untuk menundukan gerakan mahasiswa di bawa kuasanya:

Hal yang pertama membuat mahasiswa memilih  apatis (tidak peduli) terhadap keadaan sosialnya adalah pendidikan mahal! Pendidikan mahal membuat mahasiswa tidak ingin memikirkan persoalan sosial, sebab mahasiswa dituntut untuk cepat menyelesaikan kuliah dari orang tuanya yang sudah menggelontorkan dana yang begitu besar, akibat pendidikan mahal.

Semakin terlihat jelas watak pemerintah negeri ini yang melepas tanggung jawabnya di sektor pendidikan, dengan mengeluarkan regulasi anti mahasiswa (peraturan yang tidak berpihak kepada mahasiswa), berbentuk UU PT, UKT, UU SIKDINAS, yang esensialnya menghalalkan pendidikan mahal.

Pendidikan saat ini menjadi komoditi yang sulit diakses oleh golongan masyarakat akar rumput (rakyat miskin), hasilnya banyak rakyat yang tak bisa mengakses pendidikan. Selain pendidikan mahal, mahasiswa di dalam kampus dikekang oleh peraturan yang semakin mempersempit keinginan mahasiswa untuk peduli terhadap keadaan sosialnya, peraturan tersebut berbentuk presensi 75 %, sistem DO (mahasiswa dipaksa kuliah di bawa 7 tahun), Kurikulum yang tidak berbasis kerakyatan, memaksa mahasiswa menjadi binatang bodoh yang setia mendengar nyanyian sumbang seorang komoditi bernama dosen (borjuis).

Tak hanya sampai di situ, situasi pendidikan di Indonesia diperparah dengan metode belajar yang kolot. Mahasiswa di dalam kelas dianggap sebagai objek yang harus setia mendengar perkataan dosen tanpa mendapatkan kebebasan berpikir, membuat mahasiswa kehilangan daya kritisnya dan berpikir pragmatis (KKN: Kuliah, kerja, nikah). Di dalam kelas juga mahasiswa tak pernah mendapatkan penjelasan-penjelasan tentang situasi yang terjadi di lingkungan sosialnya,  menjadikan mahasiswa seperti  menara gading yang melupakan kewajibannya sebagai kelompok masyarakat yang mempelopori perubahan sosial.

Pendidikan mahal, kurikulum yang tidak berbasis kerakyatan, metode belajar yang kolot adalah hasil dari pemerintahan yang di kuasai oleh kelompok partai borjuis. Pemilu borjuis 2014 melampirkan kembali para peserta pemilu dari kelompok borjuis yang tak bisa menjadi alternatif bagi mahasiswa dan rakyat. Situasi di atas yang melahirkan sikap apatisme rakyat terhadap pemilu dan sikap politik mahasiswa Yogayakarta: Menolak Pemilu Borjuis 2014.


Kenapa Mahasiswa Harus Melawan Militerisme?

Masih tercatat dalam ingatan mahasiswa, peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan militer terhadap mahasiswa. Ada 13 orang dari aktivis mahasiswa yang diculik oleh militer saat menuntut penggulingan Rezim otoriter Soeharto di jaman ORBA.

Militerisme adalah watak yang hari ini menghinggap di seluruh partai borjuis (HANURA, GERINDRA, PDIP, PAN, PPP, PKPI, PKB, NASDEM, DEMOKRAT, GOLKAR, PKS, PBB, ), watak yang meghalalkan senjata sebagai tameng terdepan untuk mengamankan modal kaum borjuis, sehingga penculikan, pembuangan, dan pembunuhan ( Pelanggaran HAM) menjadi tindakan dari partai-partai yang berwatak militerisme!

Watak militerisme itu sendiri dapat dijalankan oleh semua partai yang nantinya menjadi pemenang pemilu borjuis 2014, yang diperkuat dengan adanya UU ORMAS, UU Intelejen, UU PKS, menjadi supra struktur yang dibangun untuk mengamankan modal di dalam proyek besar negara (MP3EI) mengundang investor internasional untuk mengeruk SDA dan menghisap SDM Indonesia.


Maka gerakan mahasiswa dan rakyat hari ini tak dapat meninggalkan persoalan di atas dengan menggantungkan dirinya pada partai borjuis. Tak ada satupun partai peserta pemilu saat ini yang dapat menjadi sandaran mahasiswa dan rakyat. Berlandaskan situasi di atas mahasiswa Yogyakarta yang tergabung Di Aliansi PEKAT PEMILU BORJUIS 2014 menyatakan tuntutan:


1. Rakyat bersatu tolak pemilu borjuis 2014 dan Lawan militerisme
2. Usut tuntas kasus pelanggaran HAM (peristiwa 65, Penculikan aktivis 98)
3. Pendidikan dan Kesehatan geratis.
4. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan mineral di bawa kontrol rakyat.
5. Sembako murah.
6. Reformasi Agraria secara tuntas.
7. Hapuskan regulasi anti demokrasi. (UU ORMAS, UU PKS, UU Intelejen)
8. Hapuskan regulasi anti mahasiswa ( UU PT, UKT, UU SIKDINAS)

Salam Juang.
Terus berkobar!



KORDUM: Adli (082326611454)

Unknown

Mari Berteman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar