Kekuatan
gerakan massa untuk menahan serangan dari kapitalisme terus menerus dilakukan oleh kaum buruh dan tani di berbagai daerah yang sampai hari ini tetap
mempertahankan hak hidup mereka di kawasan-kawasan pabrik maupun di lahan
pedesaannya yang sudah terlanjur dieksploitasi, maupun berpotensi dieksploitasi
oleh Negara di bawah pengaruh kuat intervensi kapitalisme. Melalui legitimasi
UU Tenaga Kerja dan UU Agraria yang diproduksi oleh Negara maka para kapitalis
pabrik dan kapitalis agraria dapat melakukan apapun untuk memperlancar tujuan
ekspansinya (perluasan modal) yang sudah tentu akan menghancurkan sumber
penghidupan rakyat khususnya buruh dan tani.
Dalam
situasi ekonomi yang dicengkeram oleh modal besar sudah barang tentu akan
berdampak negatif pada aspek ekonomi kehidupan rakyat, misalnya di sektor buruh
dan tani, buruh dibebankan dengan biaya upah yang rendah, ancaman PHK begitu
juga petani di teror lahannya di bawah proyek perampasan lahan oleh kapitalis
agraria. Dalam masalah upah rendah buruh dan perampasan lahan petani sama
sekali bertentangan dengan tanggung jawab negara yang tertulis di dalam Pasal
33 konstitusi Negara kita. Substansi dari Pasal 33 tersebut adalah segala bumi
dan kekayaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat, namun dalam
kenyataannya Negara lari dari tanggung jawabnya dalam mengelola dan menguasai
sumber daya alam untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Hal ini
membuktikan bahwa negara sampai hari ini sangat tidak berpihak pada persoalan
rakyat, buruh diupah rendah, tanah petani dirampas, kekayaan alam
dieksploitasi, rakyat tidak diperhatikan jaminan kesehatanya, serta hak untuk
mendapatkan pendidikan secara baik, yang seharunya menjadi tanggung jawab
negara tetapi sama sekali tidak diperhatiakan malah justru negara menjadikan
semua sektor itu adalah ruang dan ladang bisnisnya yang dijual kepada para
kapitalis.
Begitu
banyak tumpukan dosa-dosa sejarah yang dilakukan oleh Negara, semisal kasus
perampasan lahan yang kerap kali terjadi di pedesaan yang memiliki potensi alam
(misal: di kabupaten Sinjai, Bontokatute dan teror preman terhadap gerakan
buruh di Jakarta dan
Bekasi) harus segera dilawan
oleh gerakan Buruh dan Petani. Dengan dipersenjatai oleh alat modal yang
lengkap untuk merampas tanah rakyat maka tidak akan mungkin petani melawan dan
menang dengan alat paculnya. Rumus besi perampasan lahan oleh Negara di bawah
pengaruh modal besar ini biasanya dalam bentuk pembangunan infrastruktur
pariwisata maupun pendirian perusahaan tambang.
Realitas
kasus sengketa tanah antara kolaborasi negara-pengusaha-tentara versus rakyat
banyak terjadi. Rakyat miskinlah yang pasti akan menjadi korban. Semuanya ini
menunjukkan bahwa pola-pola militeristiklah yang digunakan untuk meloloskan
kepentingan modal yang paling berhasil selain melalui jalur sogokan. Tendensi
kepemilikan lahan yang luas dibawah kontrol modal besar untuk kepentingan
proyek industri perkebunan (missal industri kelapa sawit) hal ini akan
memperparah produktivitas lahan dan suplay pangan di masa yang akan datang,
akan berimplikasi buruk terhadap kedaulatan lahan dan pangan bagi masa depan
kehidupan rakyat. Buruh dan tani semakin teralienasi (tersingkirkan) dalam
kehidupan nyata. Belum lagi ketika dihadapkan dengan dampak krisis pasar
global. Utang palsu luar negeri yang seharusnya tidak ditanggung oleh Negara
menjadi beban ekonomi rakyat.
Persoalan-persoalan
di atas memang tidak akan bisa dimenangkan rakyat tanpa adanya gagasan
persatuan perlawanan dari seluruh unsur rakyat untuk menjatuhkan pemerintahan
agen imperialisme SBY-Boediono, beserta tentara-tentara penjaga modalnya
(kekuatan militer). Gerakan lingkungan juga harus memberikan dukungan penuh
terhadap aktifitas perlawanan kaum buruh dan tani, karena kerusakan lingkungan
merupakan ulah para kapitalis besar. Dari situasi di atas, kami dari Pusat
Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN). Mendukung gerakan
buruh untuk kesejahteraan ekonominya, kesehatannya, dan pendidikannya, dan
menolak penuh atas perampasan tanah rakyat di desa-desa maupun di perkotaan.
Kami juga menuntut berikan hak sepenuhnya kepada rakyat untuk mengolah tanahnya
sendiri demi kemandirianya dan kesejahteraanya.
Penulis:
Erwin nama sapaannya, penulis sehari-hari sangat giat beraktivitas di dunia
maya, sebagai media penyebaran idenya, selain aktif sebagai penikmat media
sosial, erwin juga menjadi salah satu anggota PEMBEBASAN, menjadi Pimpinan di
kolektif PEMBEBASAN Kota Tengah (Jogja), Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar