Sebelumnya
mari kita mundur sejenak ke masa lalu yang tercatat dalam sejarah. Walaupun
pada jaman itu jumlah kampus masih sangat sedikit, dunia kampus kala itu, tidak
hanya bermutu memasok intelektual mahasiswa, tapi juga melahirkan mahasiswa
bermutu dari sisi semangat bergerak dan berjuang untuk kepentingan rakyat.
Mahasiswa yang ada bukanlah generasi mahasiswa yang berjuang karena azas
manfaat dan pragmatis. Mahasiswa yang lahir pada era 50-an itu ialah generasi
mahasiswa yang paham betul tuntutan masyarakat. Bergerak dalam pergerakan demi
terpenuhnya hak-hak rakyat yang direbut penjajah.
Perlu
diingat! Walau
mereka aktif dalam dunia pergerakan mahasiswa, dalam perkuliahan mereka
benar-benar mendapatkan ilmu sesuai bidangnya. Ilmu yang dipelajari tersebut
bukan hanya ditujukan untuk mendapat nilai dan IPK besar. Bukan seperti
kebanyakan mahasiswa saat ini, tanpa pemikiran yang matang masuk ke suatu
perguruan tinggi, tidak dari kemauan diri sendiri namun dorongan orang tua dan
menjaga gengsi di dalam kehidupan sosial.
Kondisi
mahasiswa ‘tempoe doeloe.' Tidak cukup hanya dengan kuliah dan aktif dalam
pergerakan. Mereka juga rela kuliah sambil kerja kasar untuk membiayai
kuliahnya, demi kelangsungan hidup mereka dan keluarganya. Perjuangan gigih
yang mereka lakukan justru tidak sekedar mencetak otak yang cerdas untuk
masalah akademik. Tapi juga cerdas dalam mengarungi kehidupan. Mereka
bersentuhan langsung dengan realita yang penuh penindasan.
Mahasiswa
sekarang ‘dipaksa’ untuk menyibukan diri mengejar prestasi akademik lewat IPK
yang besar, dipaksa untuk cepat tamat kuliah, ‘dipaksa’ untuk menolak
ajakan aksi koreksi atas kebijakan penguasa, ‘dipaksa’ untuk tidak melek politik, apalagi! Ngomong politik. Kini,
mahasiswa disuap oleh materi-materi borjuis yang lahir dari kurikulum. Alhasil, banyak
mahasiswa bangga, karena diiming-imingi bekerja diperusahaan asing, mendapatkan
beasiswa ke luar negeri, padahal itu merupakan salah satu strategi brain wash-,
bangga gaji besar, dan bangga ‘dibeli’ oleh partai politik dan sebagainya.
Terlepas
dari fakta sejarah diatas, setiap generasi menuntut peran yang berbeda dari
mahasiswa. Setiap masa ada pejuang dan pemenangnya masing-masing. Setiap era
dengan berbagai realitanya akan membagi kelompok mahasiswa, menjadi biasa atau
mahasiswa luar biasa. Setiap zaman akan ada pembagian, menjadi pemain ataukah
penonton.
Masuklah
kita ke zaman sekarang ini, zaman yang penuh dengan kelap-kelip mewahnya dunia,
zaman monyet sudah pandai berdandan, zaman memasuki masa kegelapan yang
sebenar-benarnya, cuma karena diterangi oleh lampu-lampu gedung dan jalanan menjadi
teranglah keliatannya. Apa yang dapat kita saksikan sekarang ini adalah realita show kehidupan
pendidikan tinggi di Negeri kita ini Indonesia Raya. Apakah tujuan anda
memasuki perguruan tinggi? Menuntut ilmu? Agar mudah mencari pekerjaan? Biar
bisa naik pangkat?.
Mahasiswa
sekarang lebih mementingkan diri sendiri, yang diharapkan sekarang hanyalah IPK
besar, bisa cepat-cepat lulus, namun tidak pernah membaca situasi di luar
kampus tetang permasalahan-permasalahan rakyat! Padahal mereka tau sebagian
besar mahasiswa yang sudah sarjana, akan menjadi buruh di pabrik
kapitalis. Pabrik kapitalis yang menghalalkan upah murah, kerja kontrak dan tidak
bebas membangun organisasi, selamatlah kita akan menjadi calon penindas baru
maupun korban penindasan jika sampai hari ini kita lebih memilih bungkam
melihat kenyataan!.
Pena:
Rizal namanya, ia memiliki kebiasaan menyirami bunga di sore hari untuk mengisi
waktu luangnya. Bunga yang paling menarik hatinya mawar putih. Selain hobi
menyirami bunga ia juga terlibat dalam perlawanan rakyat dengan menjadi kader
Pembebasan Kolektif Selatan (Bantul).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar