Bagian I
"Karena penemuan tersebut membuat kami mengetahui kearah mana penelitian harus dilanjutkan, apa yang harus di investigasi, dan bagaimana menata secara benar seluruh hasil dari studi ini." Engels
Perhatian besar Morgan dan rekan sealirannya ditujukan
pada aktivitas manusia dalam memproduksi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan
dengan mempelajari perkembangan yang terjadi di dalam kekuatan produktif,
berdasarkan cara ini Morgan menggambarkan tiga zaman pokok dalam sejarah
manusia yakni zaman kebuasaan, zaman barbarisme, dan zaman peradaban. Ciri
ekonomi pada zaman kebuasaan dibangun atas dasar pengumpulan makanan dan
perburuan, zaman ini budaya berkebun sederhana muncul, zaman kebuasaan dimulai
dari kemunculan manusia pertama (Hominid) yang berasal dari leluhur Anthropoid
manusia sekitar 1000.000 tahun yang lalu. Zaman barbarisme hadir sekitar 8000
tahun yang lalu ciri kehidupan ekonominya diawali dengan sistem pertanian dan
pengumpulan stok pangan (sebagai makanan cadangan untuk populasi yang lebih
besar), pada zaman ini populasi kota mulai muncul dari Mesir hingga
ke seluruh Mesopotamia dan mulai dari India ke China dan zaman peradaban
dicirikan dengan pengembangan pengelolaan secara modern metal/logam yang muncul
sekitar 3000 tahun lalu yang berkembang di negara kota Roma dan Yunani.
Dalam terminologi ahli antropologi lain zaman kebuasan
disamakan dengan zaman paleolitikum (zaman batu lama), zaman barbarisme
disamakan dengan zaman neolitikum, zaman peradaban disamakan dengan zaman
logam. Oleh karenanya, zaman yang terlama dalam kehidupan manusia adalah zaman
kebuasaan, yang berkembang selama lebih dari 99 persen usia keberadaan manusia
di bumi, sedang dua zaman yang terakhir, yaitu zaman barbarisme dan zaman
peradaban berkembang kurang dari satu persen usia keberadaan manusia di muka
bumi.
Periodesasi yang panjang di dalam ketiga fase tersebut
memproduksi berbagai macam situasi di dalam masa peralihan setiap zaman
(terutama zaman kebuasan menuju ke zaman barbarisme) sebagai basis material
embrio munculnya kebangkitan sistem kepemilikan pribadi, lembaga keluarga
patriarkal yang kemudian mentransisi menjadi lembaga patriarkal dan negara yang
merupakan fakta mencolok dari zaman pra-sejarah.
Negara kini telah berkembang begitu besar, hingga kini
sulit dipercaya bahwa dulu tidak pernah ada negara. Padahal dikemukakan bahwa
dahulu di dalam komune primitif terdapat pemerintahan mandiri. Di sana kaum
laki-laki dan perempuan yang dipilih untuk menjadi utusan berkumpul secara
berkala di dalam dewan-dewan kolektif yang membuat keputusan-keputusan
internal. Lebih menakjubkan lagi di masa Engels didapati fakta-fakta yang
menunjukkan bahwa posisi kaum perempuan melebihi kaum laki-laki dan bahkan
paling berpengaruh di dalam pengambilan keputusan dari pemilihan ketua, seperti
rakyat suku Indian Amerika dan yang lain-lainnya memberikan kesaksian tentang
peran kaum perempuan yang vokal dan menonjol di dalam dewan-dewan masyarakat.
Di dalam suku Iroquois kaum perempuan lebih
berpengaruh ketimbang kaum laki-laki, baik di dalam pemilihan dan di dalam
pemecatan kepala suku, ibu-ibu yang ada dalam setiap keluarga maternal
membentuk kelompok yang berfungsi semacam dewan penasehat untuk membangun
pengaruh yang mengendalikan perilaku prajurit muda. Menurut Engels apa yang
berkembang adalah demokrasi alami yang primitif. Adapun ciri-ciri sistem
ekonomi di bawah demokrasi alami ini adalah:
- Produksi barang
kebutuhan hidup belum sempurna pengolahannya,
- Tak ada kelas elit yang
memaksakan hak kepemilikan pribadinya,
- Alat-alat kerja lebih
dinilai sebagai alat bantu seseorang dan bukan sebagai barang milik orang
tersebut,
- Pertukaran makanan dan
benda-benda lain pemberian guna memelihara hubungan kolektiif
(persaudaraan). Artinya belum muncul pertentangan yang disebabkan oleh
ketidak setaraan ekonomi seperti sekarang ini.
Munculnya negara secara teknis dilandasi oleh kemajuan
yang telah dicapai dari periode barbarisme, yaitu dari pembagian kerja primitif
antara laki-laki dan perempuan menuju ke pembagian kerja masyarakat yang baru
yang jauh lebih produktif. Dari sanalah muncul pertama kali nilai lebih
(surplus ekonomi) lahir dan melebihi kebutuhan yang mendesak. Namun secara
bertahap kemungkinan berlebih ini semakin lama semakin dikuasai oleh para
pemilik pribadi yang kemudian meningkat menjadi kelas yang bermilik (mulai terbentuknya
kelas). Perpecahan masyarakat menjadi kelas-kelas tentu berangkat dari
kepentingan yang berbeda-beda (bertentangan), maka dibutuhkan adanya semacam
aparatus publik yang fungsinya untuk mengatur pertentangan sembari
mempertahankan kekuasaan dan privilese kelas penguasa yang kaya. Sehingga
munculah negara, dibentuklah sistem peradilannya, diperkuat dengan angkatan
bersenjatanya, sekaligus penjara-penjara untuk menjaga stabilitas pemenuhan
kehidupan kaum penghisap yang kaya. Engels menegaskan bahwa, pusat mata rantai
di dalam masyarakat beradab adalah Negara, yang terbukti telah menjadi Negara
kelas penguasa di seluruh periode perkembangannya. Bahkan di hampir semua
kasus, Negara secara lebih mendasar berkembang menjadi sebuah mesin untuk terus
menerus menekan kelas yang ditindas dan dihisap.
Namun dibandingkan dengan negara, keluarga merupakan
institusi yang hadir lebih awal dan lebih kompleks sehingga lebih sulit untuk
memetakannya. Hal tersebut disebabkan karena gagasan dasarnya yang salah bahwa
fungsi pro-kreasi biologis
merupakan basis pembentukan keluarga. Kenyataannya, keluarga merupakan
institusi social yang tidak wajib dan belum sempurna yang muncul di tahap akhir
system klan maternal. Namun seiring dengan perkembangan kepemilikan pribadi, keluarga
menjadi wajib dan patriarkal dalam masyarakat berkelas. Betul, di dalam fungsi
biologis pro-kreasi yang murni,
ibu berperan penting. Ibulah yang melahirkan, kemudian merawat, menyususi dan
melindungi anak-anaknya sampai mereka tumbuh juga berkembang mengurus dirinya
sendiri.
Sebaliknya, di dalam keluarga ayah, figure sentral
ayah merupakan pemberian untuk istri dan anaknya, kepatuhan istri dan anak demi
harapan ayah dan kontrol ayah atas
nasib anak istrinya. Sehingga defenisi istilah keluarga sebenarnya adalah
keluarga ayah, institusi social-ekonomi yang menundukan pro-kreasi di bawah kekuasaan,
larangan, dan hukum buatan laki-laki yang mengontrol dan menguasai alat-alat produksi pada masa
barbarisme. Sehingga dapat kita bentuk suatu gagasan
sederhana bahwa betul akar daripada ketertindasan perempuan juga (ketertindasan
kelas) dalam setiap zaman yang telah muncul mulai dari fase barbarisme hingga
peradaban yaitu kepemilikan terhadap alat-alat produksi kebutuhan sosial yang
vital oleh segelintir orang yang berkuasa, sebagaimana Engels menyimpulkan
bahwa eksploitasi kelas dan penindasan seksual terhadap perempuan muncul
bersamaan dengan tujuan melayani kepentingan system kepemilikan pribadi dan itu
berlaku hingga saat ini.
Melalui klasifikasi primitifnya Morgan meyimpulkan
bahwa system pertalian keluarga mendahului system keluarga namun Morgan juga
para pengikutnya masih gagal menggantikan istilah keluarga untuk menggambarkan
horde (kelompok atau klan pada jaman pra-keluarga). Disinilah cacat serius dari
karya Morgan. Morgan menyatakan bahwa institusi keluarga hadir belakangan di
dalam sejarahnya, akan tetapi istilah keluarga muncul pertama kali dari bahasa
Roma, Famulus (budak rumah tangga). Problemnya adalah istilah
tersebut hadir di dalam zaman peradaban. Sementara keluarga berpasangan mulai
hadir dimasa-masa peralihan antara zaman kebuasan dan barbarisme yang berarti
tidak ada keluarga pada zaman kebuasan, masa jutaan tahun pertama kehidupan
makhluk manusia. Sehingga jelas istilah Morgan tentang keluarga harus direvisi
untuk memecahkan persoalan ini.
Namun Morgan ketika menggambarkan tahap-tahap perkembangan klan
sebelum munculnya keluarga berpasangan, Morgan terus menggunakan istilah
keluarga. Menurutnya periode kehidupan manusia awal adalah keluarga consanguine
(keluarga bertalian darah), kemudian keluarga punaluan (pasangan intim atau
partner) dan terakhir keluarga berpasangan.
Beberapa istilah yang telah dipakai para ahli
cendekiawan yang ditujukan untuk masa pra-peradaban merupakan bentuk revisi
atas istilah Morgan di atas. Primal horde (gerombolan
pengembara pada zaman purba) adalah istilah yang lebih pas untuk menggantikan
keluarga consanguine dari Morgan. Istilah primal horde telah dipakai luas dalam
menggambarkan kelompok atau beberapa kelompok manusia dan dunia antrophoid
misalnya Horde Maternal adalah prototype (bentuk pertama) dari klan maternal
yang kemudian berkembang menjadi system klan maternal dan pada perkembangan
puncaknya menjadi klan maternal. Perbedaan utama diantara horde dan klan
terletak pada kemandirian horde yang tidak berafiliasi dengan horde lainnya.
Namun demikian, ketika anggotanya telah saling kenal mengenal dengan anggota
dari horde yang lain dan kemudian bergabung maka itu kemudian akan menjadi
klan. Jaringan antar klan terdiri dari beberapa phatry dan suku. Sehingga unit
masyarakat yang paling awal adalah horde maternal, dan bukan keluarga ayah.
Horde maternal ini kemudian berkembang menjadi system klan maternal dan pada
puncaknya perkembangannya menghasilkan suku matriarkal.
Masih ada istilah Morgan yang perlu dikoreksi dan
disusun kembali, yakni “keluarga punaluan.” Istilah hubungan ‘cross-cousin’
(persilangan antar sepupu oleh Taylor lebih tepat dipakai untuk merujuk masa
pra-keluarga daripada istilah keluarga). Hubungan cross-cousin adalah sebuah
system pertukaran pasangan antara dua komunitas yang telah bersepakat dalam hal
berhubungan dengan perkawinan. Sekelompok kakak-adik baik laki-laki maupun perempuan
memilih pasangan kawin dari kelompok kakak-adik lainnya, dan demikian pula
sebaliknya. System ini berlaku untuk semuanya, pada generasi atau level usia
yang sama. Cross-cousin merupakan istilah Taylor yang lebih dihargai sebagai
penemuan yang lebih dikenal kemampuannya dalam menjelaskan persoalan keluarga
di masa pra-sejarah, daripada istilah morgan yang menyesatkan, yaitu
“perkawinan kelompok.” Kenapa,? karena perkawinan kelompok lebih bermakna
sebatas persetujuan diantara komunitas klan kakak-adik (laki-laki dan perempuan
bersama) untuk saling memilih pasangan kawin sesuai dengan keinginan mereka
sendiri, untuk jangka waktu tertentu.
Pada tahap awal dalam system kawin cross-cousin tidak ada aturan tentang
keharusan berpindah tempat tinggal bagi salah satu pasangan, juga tidak dikenal
cara hidup bersama sebagai suami-isteri seperti di zaman peradaban sekarang
ini. Perempuan tetap tinggal bersama horde atau klan maternalnya dan laki-laki
tetap bersama horde atau klannya sendiri.
Di Polynesia keluarga berpasangan telah muncul di sana (bahkan didapati
formasi keluarga dengan kepemilikan property). Berkaitan dengan hubungan
cross-cousin, mereka yang terlibat di dalamnya hanya bertemu untuk melakukan
hubungan seksual. Ahli antropologi menyatakan bahwa kelompok yang masih
melakukan perkawinan semacam ini tidak mengenali asal-usul bentuk hubungan
mereka, yaitu hubungan cross-cousin. Masih didapati kelompok ini seperti contoh
di pulau Trobrian. Oleh Malinowsky menjelaskan mereka yang terlibat di dalam
hubungan tersebut adalah beberapa pasang anak muda di dalam rumah pasangan
muda, yang di sebut sebagai Bukumatula (rumah bujangan), yang
kemudian berkemungkinan mengarah ke perkawinan tetap atau tidak sama sekali.
Kepentingan komunitas ini hanya sebatas hubungan seksual. Pasangan berbagi
tempat tidur dan tidak lebih dari itu. Jika terjadi hubungan permanen maka bisa
mengarah pada perkawinan. Artinya mereka yang terlibat dalam hubungan tersebut
akan melakukan hubungan seksual secara teratur. Kendati demikian mereka tidak
pernah mencari makan bersama, tidak saling melayani, tidak ada kewajiban untuk
saling menolong dalam segala hal.
Perkembangan lebih jauh dan hubungan cross-cousin ini adalah munculnya
praktek tinggal bersama sebagai pasangan. Baik untuk jangka panjang maupun
jangka pendek, akhirnya pasangan tersebut pindah dari Bukumatula ke tempat
tempat tinggal mereka sendiri. Mulai dari sinilah hadir sepasang suami-istri
nenek moyang dari keluarga berpasangan. Laki-laki yang sebelumnya orang luar
kini tinggal bersama perempuan di dalam klan maternalnya. Ini disebut sebagai
perkawinan matrilokal. Laki-laki menjadi keluarga yang diakui oleh perempuan
sebelum mendapat pengakuan dari anak-anak si perempuan, laki-laki akan menjadi
ayah secara resmi dari anak-anak si perempuan jika hubungannya bertahan dan
tetap. Perkembangan ini merupakan embrio kelahiran keluarga pasangan.
Di dalam keluarga berpasangan, komunitas menyediakan kebutuhan keluarga
tersebut, dan melindungi seluruh anggotanya lepas dari soal apakah laki-laki
atau perempuan atau keluarga pribadi.
Perbedaan mencolok antara tatanan keluarga patriarkal dan keluarga
berpasangan dapat ditemukan di dalam posisi perempuan. Perempuan di
dalam masyarakat patriarkal telah dikeluarkan dari produksi social, dan
kemudian bergantung hidup pada bantuan laki-laki juga mengabdi sebagai pelayan
domestik di dalam keluarga patriakal. Sementara di sisi lain keluarga
berpasangan masih menjadi bagian dari masyarakat komunal dan karenanya tidak
menurunkan derajat perempuan. Kepemimpinan dalam produksi, posisi terhormat di
dalam penyelesaian persoalan-persoalan komunitas, semuanya masih dipegang oleh
kaum perempuan. Termasuk didalamnya kebebasan dan hak yang sama, seperti
kebebasan seksual.
Kemunculan kepemilikan pribadi yang dibangun di atas fondasi pertanian,
pengumpulan bahan persediaan, pengolahan metal, dan pembagian kerja masyarakat
telah menghasilkan kekuatan sosial baru. Berkaitan dengan periode barbarisme,
maka pengikatan institusi keluarga berkembang berdampingan dengan perkembangan
kepemilikan pribadi ke tangan laki-laki. Engles menjelaskan bahwa anak
laki-laki si suami yang kaya mengharuskan mewarisi kekayaan dari sang ayah,
sementara fungsi utama seorang istri yang sah adalah melahirkan anak-anak
(laki-laki) yang kemudian mewariskan kekayaan tersebut. Perempuan menjadi budak
di dalam institusi keluarga yang terkonsolidasi, sebagai pelayan laki-laki
kelas kaya.
Menurut Morgan sehubungan dengan tahapan sejarah bentuk-bentuk keluarga,
maka keluarga patriarkal berada di urutan pendahulu sebelum keluarga monogami.
Akan tetapi di dalam gambaran dasarnya hanya ada perbedaan kecil di antara dua
bentuk keluarga tersebut. Karena kedua bentuk keluarga tersebut diciptakan oleh
kepentingan kepemilikan pribadi. Di dalam keluarga pathriarkal laki-laki
memiliki beberapa istri, sebagaimana juga ia memiliki gundik dan budak. Ini
terjadi pada tahap barbarisme yang berkembang dengan keberadaan aristokrasi
pemilik tanah dan daerah-daerah kekuasaan para raja. Namun seiring dengan
kebangkitan perkotaan di negara kota Greco-Roma, keluarga menjadi monogamy.
Laki-laki beristri satu yang sah dan anak-anak mereka mewarisi kekayaannya.
Lebih jauh lagi ketika gereja Kristen muncul, keluarga dengan system monogamy
diperketat mekanisme pengaturannya. Perubahan dari istri banyak menjadi satu
istri, tidak berpengaruh besar terhadap karakter keluarga sebagai institusi
kelas, karena baik dalam keluarga patriarkal maupun monogami, keberadaan
perempuan direduksi menjadi kumpulan budak dan sepenuhnya disubordinasikan ke
tuan atau pemiliknya. Menurut Engels, sejak dari awalnya monogami adalah
monogami untuk perempuan saja, tapi tidak untuk laki-laki. Itulah warisan yang
masih ada hingga sekarang ini.
Di tahap perkembangan masyarakat kapitalis unsur kecil terakhir dari
hubungan keluarga ini dikenal sebagai ”keluarga inti.” Keluarga inti adalah
produk akhir dari system kepemilikan pribadi (private property) yang tetap
merupakan keluarga patriarkhal monogami.
Dalam perjuangan pembebasan rakyat dan perempuan dari ketertindasannya,
maka mulai dari institusi keluarga yang paling inti hingga institusi
Negara yang paling besar harus di bebaskan dari system kepemilikan pribadi atas
alat-alat produksi oleh segelintir orang. Dengan demikian rakyat pada umumnya
dan perempuan pada khususnya akan terbebaskan dari cengkraman system ekonomi
patriarki dan kapitalisme sekarang ini.
Bagian II
Pelarangan terhadap pembahasan sejarah keluarga masih kuat hingga awal
dekade 1860-an. Tampaknya dibuat agar keluarga tidak dapat dan mengalami
perkembangan sejarah. Ilmu sejarah pada masa-masa tersebut di atas masih
sepenuhnya berada di bawah pengaruh Lima Kitab Taurat Musa, yang menggambarkan
secara jelas bentuk dan keluarga patriarkal yang diterima sebagai bentuk
keluarga yang paling tertua. Selain itu sejarah di masa itu meyakini bahwa
selain perkawinan monogami juga terdapat dua bentuk perkawinan lainnya, yaitu
poligami di daerah Asia timur dan poliandri di India Tibet.
Sejak tahun 1861 kajian tentang sejarah keluarga mulai dikembangkan, sejak
buku bachofen yang berjudul, Mother Right di terbitkan. Ada
beberapa proposisi (rancangan) yang dikembangkan oleh Bachofen di dalam
karyanya ;
- Hubungan seksual
promiskuitas (perkawinan tak terbatas) adalah kehidupan
awal seksual manusia yang oleh Bachofen dinamakan
“hetaerisme,"
- Di dalam hubungan
promiskuitas tidak ditemukan adanya pola pola tertentu yang dianggap
sebagai garis ayah atau paternity dan karenanya garis keturunan hanya
diletakkan pada garis perempuan,
- Oleh generasi yang
muda kaum perempuan adalah satu-satunya orang tua yang diketahui pasti
sebagai ibu mereka, disinilah peranan perempuan semakin utuh
(gynaeocracy),
- Masa-masa di dalam
transisi menuju monogami, perempuan dijadikan milik satu laki-laki, yang
secara tidak langsung menyatakan pelanggaran terhadap keputusan agama
purba, karenanya pelanggaran tersebut harus dibayar, dengan cara
menyerahkan perempuan bersangkutan selama jangka waktu tertentu.
Bachofen
begitu banyak mengumpulkan bukti-bukti, dalam hal ini kisah-kisah yang
sumbernya berasal dari literatur klasik kuno guna mendukung rangkaian
proposisinya. Bachofen meyatakan bahwa evolusi dari hetearisme menuju ke
monogamy dan dari hak ibu menjadi hak ayah, terjadi khususnya pada masyarakat
Yunani. Ini merupakan dampak dari perkembangan konsep religius, yang menyatakan
bahwa kehadiran dewa-dewa baru yang mewakili pandangan baru kedalam kelompok
tradisional para dewa lama yang mewakili pandangan lama, sehingga kelompok dewa
lama akan terdesak oleh kelompok dewa yang mewakili pandangan baru.
Bachofen lalu menyajikan oresteia buah tangan yang ditulis Aeschylus sebagai penafsiran dramatis tentang perjuangan hak ibu melawan kebangkitan hak ayah dan di menangkan oleh hak ayah. Cerita singkatnya seperti dibawah ini kamerade;
- Clytemnestra (istri
Agamemnon)
- Agamemnon (suami
Clytemnestra)
- Aegisthus (selingkuhan
Agamemnon)
- Orestes (anak laki
laki Agamemnon dan Clytemnestra)
- Apollo dan Athena
(dewa pelindung hak Ayah)
- Erinyes (dewi
pelindung hak Ibu)
Ceritanya dimulai dengan Clytemnestra yang membunuh
suaminya, Agamemnon yang baru saja pulang dari perang Troya demi merebut
kembali kekasihnya, Aegisthus. Orestes yang setelah dihasut oleh Apollo dengan
sabda dewanya dan merupakan anak laki-laki hasil perkawinan dari
Clytemnestra dan Agamemnon, membalas dendam kematian ayahnya (Agamemnon) dengan
membunuh ibunya (Clytemnestra).
Erinyes : "Kamu Orestes, aku tuntut kamu
karena kamu telah membunuh ibumu (matricide), dan kasus ini akan aku bawa ke
pengadilan dewa, dasar anak durhaka."
Orestes : "it's ok.. silahkan saja, siapa
takut."
Apollo karena telah mengetahui bahwa kasus tersebut
akan disidangkan dia meminta kepada Athena agar menjadi hakim di dalam sidang di pengadilan nanti.
Apollo : "Athena besok nanti kamu
jadi hakim dikasus pembunuhan Clytemnestra ya,"
Athena : "Siapa pelaku pembunuhannya
kawan ?"
Apollo : "Si Orestes, anak Agamemnon
itu,"
Athena : "Loh, gimana
ceritanya?"
Apollo : "Orestes membalas dendam
kematian ayahnya yang dibunuh oleh ibunya gara-gara orang ketiga (selingkuhan)
gitu, namanya Aegisthus".
Athena : "ohh begitu yahh"
(sambil menggeleng-geleng kepala).
Apollo : "bisa nggak?"
Athena : "siap kawan, don't worry."
Apollo : "Tapi kita harus
memenangkan kasus ini loh!"
Athena : "iya santai aja, itu
urusanku, Gampang."
Baik Apollo maupun Athena adalah dewa-dewa yang mewakili tatanan
baru yang berdasarkan hak ayah. Seluruh persoalan ini secara singkat
disimpulkan melalui perdebatan diantara Orestes dan Erinyes. Athena
mendengarkan perdebatan kedua belah pihak di dalam persidangan.
Orestes : Clytemnestra (sambil menunjuk-nunjuk ke
Erinyes) telah berbuat kejahatan
ganda, dia telah membunuh suaminya sendiri juga telah membunuh ayahku. Dasar
orang tua jahat.
(Tiba tiba Erinyes bersuara)
Erinyes : Dengan nada datar dia berkata “Dia membunuh
laki-laki yang tidak berhubungan darah” anak tolol.
Apollo kemudian campur tangan untuk membela Orestes
dan memanggil dewan juri Athena untuk melakukan pemungutan suara terhadap
persoalan tersebut. Sebagai hasilnya, suara untuk menghukum Orestes atau
membebaskannya jumlahnya seimbang. Athena sebagai pemimpin sidang menjatuhkan
pilihannya dengan berpihak kepada Orestes, dan memenagkan kasus tersebut untuk
seorang Orestes.
Pembunuhan terhadap mereka yang tidak berhubungan darah, dan jika yang
dibunuh adalah suaminya sendiri, merupakan sesuatu yang dapat dimaafkan, dan
bahkan bukan merupakan persoalan Erinyes. Fungsi Erinyes adalah menghukum
pembunuhan-pembunuhan yang terjadi antar hubungan darah, dan pembunuhan yang
paling kejam di antara pembunuhan yang lain adalah pembunuhan terhadap ibu
kandung (matricide).
Bachofen percaya bahwa para dewa tersebut menyajikan mujizat untuk
mengalahkan hak ibu, dan menggantikan dengan hak ayah. Akan tetapi konsepsi
semacam itu yang meletakkan religi sebagai pengontrol sejarah dunia jelas akan
berakhir ke dalam mistisisme murni.
J.E. Mc.Lenan yang berbeda dengan dengan yang lain. Sungguh bertolak
belakang dengan pendahulunya. Berseberangan dengan kejeniusan mistik, Mc.Lenan
adalah seorang ahli hukum yang meletakkan landasan teorinya di atas fondasi
yang rasionalitas untuk menguji juga membela kasus-kasusnya. Mc Lenan menemukan
fakta bahwa di antara masyarakat yang hidup di zaman kebuasan, barbarisme, dan
bahkan di zaman peradaban terdapat satu bentuk perkawinan tertentu. Pengantin
laki-laki agar dapat menikah dengan pengantin perempuan maka dia harus mencari
si pengantin perempuan di luar dari kelompoknya, artinya pengantin perempuan harus
di luar dari sukunya dan sudah tentu berada di dalam suku yang lain. Setelah
mendapatkan pasangannya maka si perempuan harus dibawa paksa oleh si laki-laki
dari sukunya agar pernikahan dapat dilaksanakan. Sementara didapati fakta juga
bahwa laki-laki harus mengambil istri dari kelompoknya sendiri. Mc Lenan
menyebut suku yang mengambil istri di luar dari sukunya adalah “eksogami,”
dan yang mencari istri dari suku sendiri adalah “endogami.” Untuk
perkawinan eksogami Mc.Lenan meyakini bahwa hanya dengan penangkapanlah maka
para istri itu bisa didapatkan.
Kebiasaan membunuh anak-anak perempuan segera setelah melahirkan bisa jadi
menyebar luas di antara masyarakat di zaman kebuasan. Kebiasaan semacam ini
berakibat meningkatnya jumlah laki-laki di banding perempuan. Sehingga bukanlah
suatu keanehan jika seorang perempuan dimiliki oleh beberepa orang laki-laki.
Akibat logis dari cara perkawinan seperti ini adalah seorang anak akan tidak
tahu persis siapa bapak sebenarnya tetapi lebih tahu tentang siapa ibu
sebenarnya, sehingga pertalian keluarga diperhitungkan dari garis ibu dan bukan
dari garis laki-laki. Selain itu berkurangnya jumlah perempuan berdampak pada
penculikan secara sistematis di dalam suatu suku tertentu, namun demikian tidak
menghentikan poliandri. Mengapa demikian,? karena eksogami dan poliandri memiliki
dasar persoalan yang sama yaitu keinginan untuk menyeimbangkan jumlah perempuan
dan laki-laki sehingga kita harus mengakui bahwa semua ras eksogami juga telah
menjadi poliandri secara bersamaan.
Namun Mc.Lenan dalam beberapa hal juga membuat banyak kekeliruan. Berulang
kali dia menyatakan bahwa “garis kekeluargaan hanya melalui perempuan” dan
tetap menggunakan konsepsi tersebut pada tahap masyarakat yang lebih lanjut.
Padahal pada tahap yang lebih lanjut Mc Lenan juga mengakui pula bahwa juga ada
keberadaan dan kekerabatan berdasar pada garis laki-laki, sekalipun garis
keturunan dan warisan memang masih diberikan secara eksklusif melalui garis
perempuan. Namun suatu fakta yang aneh sebagaimana penjelasan Mc. Lenan di atas
karena tak ada suatu daerah pun, atau bahkan di semua tempat yang diketahui
menerapkan eksogami sekaligus dengan system keluarga laki-laki. Yang sudah
tentu keduanya tidak bisa hidup secara bersama-sama. Akan tetapi teori Mc Lenan
disambut baik dan didukung luas di Inggris. Mc.Lenan dianggap sebagai penemu
sejarah keluarga dan paling mahir di bidang tersebut. Mc.Lenan dapat disebut
sebagai pendiri dan pemimpin aliran pra sejarah Inggris yang artinya adalah
pemikiran yang baik untuk para ahli pra sejarah hanya dengan merujuk dan pemujaan
setinggi-tingginya terhadap teori konstruksi sejarah yang artifisal
(palsu) ala Mc.Lenan yang dimulai dari pembunuhan bayi-bayi perempuan kemudian
poliandri dan perkawinan dengan cara penangkapan sampai akhirnya menjadi
keluarga matriarkal.
Betapapun masuk akalnya, teori Mc.Lenan ternyata bukanlah penemuan yang
baik. Sampai sejauh ini fakta yang ditemukan masih
sangat bertentangan dengan konsepsi yang di bangun oleh Mc.Lenan
sehingga kesimpulan sederhana bahwa “tak ada satu daerah pun atau bahkan
disemua tempat yang diketahui, yang menerapkan eksogami sekaligus juga dengan
system keluarga laki-laki. Sudah tentu keduanya tak bisa hidup sama-sama”
merupakan kritikan tajam bagi teori yang selama ini di bangun oleh Mc.Lenan dan
juga disembah oleh para pengikut Lenan.
Ketika perhatian kita ditujukan pada persoalan perkawinan, maka semakin
banyak bukti yang ditemukan bahwa pada masyarakat terbelakang terdapat bentuk
perkawinan umum, sebagaimana dalam tulisan Lubbock, The Origin of Civilization
pada tahun 1870 mengakui dimana sejumlah laki-laki dan sejumlah perempuan
saling memiliki secara bersama-sama dengan bahasa lain bahwa perkawinan
kelompok merupakan suatu fakta sejarah yang diakui oleh Lubbock. Begitu juga
Morgan pada tahun 1871 berhasil memberikan bukti baru tentang ‘sistem pertalian
keluarga’ yang berlaku di antara masyarakat Iroquois merupakan system yang
berlaku juga pada semua masyarakat asli Amerika Serikat serta tersebar luas di
seluruh benua Amerika. Morgan juga berhasil membuktikan system pertalian
keluarga tersebut di beberapa daerah di luar dari suku-suku yang ada di benua
Amerika, berikut kesimpulan-kesimpulan dari hasil pembuktiannya bahwa :
- System
pertalian keluarga juga berlaku di dalam masyarakat Asia, dan Australia
juga Afrika yang dimodifikasi.
- Bahwa
perkembangan system pertalian keluarga sepenuhnya diperjelas dengan
perkawinan kelompok yang mendekati kepunahan di Hawai dan
Australia.
- Bahwa
seiring dengan bentuk perkawinan tersebut, maka system pertalian
keluarga yang berkembang di pulau-pulau tersebut hanya dapat
dijelaskan melalui bentuk perkawinan kelompok yang lebih primitive dan
sekarang mengalami kepunahan.
Akan tetapi Mc Lenan bersikeras tetap mempertahankan pendapatnya dengan
menyatakan bahwa fakta ‘perkawinan kelompok’ hanyalah imajinasi, dan dengan
demikian ia sudah ditinggal jauh oleh Bachofen. Morgan juga menemukan fakta
lain dalam bentuk komunikasi di dalam masyarakat Indian bahwa
orang-orang Indian juga menyapa orang asing atau orang kulit putih dengan
brother (saudara laki-laki) atau father (ayah), namun Mc Lenan menyangkal hal
tersebut bahwa istillah-istillah yang digunakan tersebut di atas merupakan
bentuk sapaan yang tidak bermakna sama sekali, sebagaimana panggilan “Romo”
(Father) bagi pendeta katolik.
Dalam satu hal masih ada yang belum dipatahkan dari pemikiran Mc.Lenan,
yaitu antitesis di antara “suku” eksogamus dan endogamus. Antitesis itu sendiri
menyatakan tentang keberadaan dua tipe suku yang masing-masing berdiri sendiri
tanpa saling terkait, yaitu suku-suku yang mengambil istri-istrinya dari dalam
suku, dan tipe kedua yang hanya mengambil istri-istrinya dari luar
suku.
Pada tahun 1871 Morgan menuliskan kesimpulannya dengan samar-samar, maka
dalam bukunya Ancient Society (1877) dikembangkan dengan penuh keyakinan.
Morgan menemukan fakta bahwa pada kurun waktu tertentu terjadi praktek
perkawinan sekaum (gente). Di dalam gente tidak diperbolehkan adanya perkawinan
dengan sesama anggota. Namun praktek mengambil istri dari dalam kaum sendiri
bisa terjadi, dan dalam kenyataan hal seperti itu memang berlangsung. Karena
ada larangan untuk beristri dari dalam kaum sendiri maka laki-laki harus
mengambil istri dari luar gente mereka. Dengan demikian gente itu sendiri benar
benar eksogamus maka kesukuan yang terdiri dari gente-gente malah benar-benar
endogamus.
Kini penemuan Morgan secara umum telah diakui, atau bahkan dianggap lebih
tepat oleh para ahli pra sejarah Inggris. Namun demikian hampir tidak
seorangpun dari mereka (Mc.Lenan) bersedia secara terbuka mengakui bahwa kita
berhutang pada Morgan atas Revolusi gagasannya.
Penulis: Che Gove ( Kolektif Tengah Pembebasan Yogyakarta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar