Konsep Hukum dalam Ekonomi-Politik Marxisme dan Alat Perjuangan Rakyat

Oleh : Asri Vidya Dewi, S.Si., SH.





Hukum mirip dengan penjelasan marx tentang komoditas, nilai kegunaannya jelas yakni membangun dasar-dasar aturan dalam hidup sesama manusia sekaligus mengatur hubungan rakyat dengan penguasa, tapi karena nilai kegunaan itulah maka nilai tukar mendapati imbuhan dalam praktek hukum. Cermin nilai tukar itu yang membuat profesi hukum menjadi "saudagar."

Arena legislasi hukum sebenarnya telah mengaburkan posisi kelas seseorang bahkan mencampur baurkan dalam kedudukannya sebagai warga negara. Dengan atribut warga negara ada keyakinan jika semua orang punya porsi hak yang sama dengan kepentingan-kepentingan material yang ada disembunyikan dalam prinsip konstitusionalisme.

Paham yang memang meletakan posisi seseorang pada pendasaran yang tidak material, sehingga bukan kontradiksi, melainkan persamaan hak pada tiap diri manusia. Poin utamanya bukan terletak pada kesadaran massa tapi kebutuhan akan stabilitas sistem dan bagaimana membuat jalannya sistem itu memberi perlindungan untuk semuanya. 

Marx mengatakan : Negara (hukum), menurut kebiasaannya menghapus perbedaan-perbedaan menurut kelahiran, tingkat sosial, pendidikan, dan pekerjaan. Ketika negara merumuskan bahwa kelahiran, tingkat sosial dan perkerjaan adalah perbedaan-perbedaan non politik; ketika negara mengatakan, tanpa memandang perbedaan tersebut, bahwa anggota adalah partner sama dalam kedaulatan rakyat, maka bentuk hukum ke-serbaragaman kebutuhan dan kepentingan kongkrit dengan abstraksi "keinginan" dan 'hak' individu dibedakan dengan abstraksi subjek juridisil atau person hukum.


LAW II

Lenin mengatakan : hukum itu tidak mampu menegaskan mata rantai imperialis, titik mata rantai penindasan ekonomi yang secara kasat mata mempengaruhi pembentukan hukum dimanipulasi menjadi ketentuan yang menghapus batas-batas kelas. Terutama ketentuan itu diturunkan menjadi serangkaian prosedur yang tidak mudah diakses oleh orang miskin.

Hukum menciptakan konsentrasi kekuasaan pada kalangan yuridis, legislator dan para profesional. Pelipat gandaan peran kaum yuris (hakim, jaksa, pengacara) makin membesar seiring dengan lahirnya aneka produk hukum yang memayungi berbagai kepentingan. Mereka yang mengawasi semuanya : kandungan hukum, tafsir hingga prosedur (hukum acara).

Ahli hukum adalah sosok yang pertama kali tidak percaya adanya revolusi, apa sebabnya? karena hukum akan menjadi tidak ada saat tatanan rusak.

Trotsky dalam Revolusi Permanen menegaskan : bahwa revolusi bukanlah sebuah jalan yang dapat dilegalisasi. Implementasi dari gagasan trotsky ini jelas bahwa dalam persengketaan sistem politik yang belum mapan ini maka tugas revolusioner tidak akan mungkin dipegang oleh kalangan yuris. Justru terbukti bahwa perubahan politik yang didasarkan atas pembaharuan perundang-undangan hanya menciptakan hegemoni sekaligus ketergantungan utuh pada konsepsi yang tidak memiliki landasan historis. 

Singkatnya jebakan yudisial telah mengurangi kaum pergerakan untuk melakukan radikaliasi tugas demokratiknya karena kebutuhannya bukan lagi mengembangkan basis massa yang lebih progresif dan solid: melainkan berubah pada usaha untuk mengembangkan "aliansi" aktif dengan para yuris yang sejak lama mengemban represif dan wakil dari kepentingan borjuis.


Hukum Yang Sedang Berlaku Sekarang. (positivis)

Dalam hukum positif terdapat hukum materil dan hukum formil. Makna dari hukum materil adanya kaidah (peraturan yang dibuat/dipositifkan oleh penguasa), yang di dalamnya terdiri dari: isi, sifat dan bentuk.

Isi kaidah hukum adalah:

  • Adanya suruhan (gebod) : berisi perintah yang wajib dilaksanakan oleh setiap warga negara.
  • Adanya larangan (verbod) : kaidah hukum berisi larangan yang harus dipatuhi oleh warga negara.
  • Adanya kebolehan (perkenan)/(mogen) : adanya perjanjian antar warga negara.

Sifat kaidah hukum:

  • Imperative : bersifat memaksa dan mengikat siapa saja.
  • Fakultatif : yang tidak mengikat, sifatnya sebagai pelengkap. Jadi, dapat dikesampingkan dengan perjanjian oleh para pihak. Contoh: boleh atau tidaknya mengemukakan pendapat.

Bentuk kaidah hukum :

  • Tertulis.
  • Tidak tertulis.

Dari apa yang sudah disampaikan di atas mengenai kaidah, bahwa, sudah jelas bahwa penentu dari hukum positif tersebut adalah penguasa (pemerintah, DPR/DPRD), dan aparatusnya adalah kejaksaan, kepolisian, dan kehakiman.


Rakyat, sebagai objek hukum tidak dilibatkan dalam pembuatan peraturan. Namun, oleh demokrasi borjuis, keterwakilan rakyat sudah diwadahi oleh DPR/DPRD. Sementara, konsepsi demokrasi borjuis (trias politika) menjadi sangat formal di hadapan demokrasi kerakyatan - Tentang konsepsi trias politika.


Aliran hukum positivisme yang saat ini dianut oleh aparat hukum (hukum borjuis):
  • Kaum positivis hukum, Postulatnya adalah: Hukum = undang-undang (Secara praktik, hakim adalah corong UU).
  • Hukum positivisme : pencuri = kejahatan, maka, harus dihukum. (Hukum positive tidak melihat dialektika-materiilnya, yang, seharusnya, ditelusuri kenapa orang tersebut mencuri, sehingga bisa terjawab kenapa kriminalitas, kekerasan, dan konflik struktural itu tinggi. 

Misal:
  1. Perda penangkapan pengemis, anak jalanan, prostitusi.
  2. Kebijakan pemberantasan separatis di Aceh dan Papua (lahirlah regulasi DOM).
  3. Pencurian, jambret, perampokan, copet.
  4. PP No. 36 tentang penggusuran (Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Negara - yg kemudian PP bertransformasi menjadi UU).

  • Positivisme hukum akan jatuh pada tumpang tindih hierarki perundang-undangan apalagi jika tidak melibatkan partisipasi massa luas/rakyat/objek hukum (termasuk penyelenggara negara sebagai objek hukum).
  • Memanfaatkan hukum (borjuis) untuk praktik perjuangan rakyat - kompromi stratak.

1. Kombinasi:
  • Proses nonlitigasi - dengan cara: memberikan kesadaran hukum (hak-hak masyarakat dalam hukum publik). Bagi kaum yuris yang berhaluan Marxis dan kerakyatan, harus mengubah sistem hukum acara.
  • Proses litigasi - alat perjuangannya : Class Action, Citizen Law Suite, hak konstitusi selain dengan peradilan lainnya.
2. Bukan hanya melaporkan tindakan aparat, tapi juga (kecurangan) pemilik modal.
3. Memanfaatkan lembaga-lembaga hukum (yudikatif dan add hock) yang ada (missal: MK, KPK, Komnas HAM, Ombudsman, dll) utk dijadikan pendukung metode juang- dikonsistensikan dan dimaksimalkan fungsinya.
4. Atau, membentuk lembaga hukum utk berjuang berdasarkan UU No. 16/2011 tentang Bantuan Hukum.


Yang urgent untuk rakyat saat ini :
a. Pengenalan hukum tentang UU Agraria.
b. Tentang hak-hak hukum public (pidana).
c. Tentang hak konstitusi tidak hanya rakyat miskin, tapi, massa Ahmadiyah, masyarakat Papua, warga Syiah di Sampang Madura, Orang Eks PKI.


Selesai.

Semoga dapat memberikan manfaat dan membangun komitment untuk memperjuangkan Rakyat tertindas!

Salus Populi Suprema Lex (Kesejahteraan rakyat adalah Hukum yang tertinggi).


Salam! (AVD)

Unknown

Mari Berteman:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar