Oleh : Adli Pelupessy.
Pendidikan
telah dikenal di Indonesia sejak zaman kerajaan Sriwijaya, dengan adanya
sekolah Budha, pada abad ke 15-16. Namun semenjak dikenal adanya sekolah
tersebut hingga sekarang, adalah sama kondisinya bahwa yang bisa menikmati
duduk di bangku sekolah hanyalah segelintir orang-orang terpilih. Pendidikan
pada masa itu selain untuk menyalurkan ilmu pengetahuan, tentu juga untuk
kepentingan melanggengkan kekuasaan raja dan keturunannya. Ilmu pengetahuan
yang diajarkan adalah tentang sistem pemerintahan, strategi perang, strategi
penguasaan sumber-sumber ekonomi, sastra, dan budaya, serta berbagai
pengetahuan lain untuk mempertahankan kekuasaan raja.
Dan tentu tidak mengherankan kalau yang bisa menikmati pendidikan tersebut hanyalah keluarga, kerabat, serta keturunan raja. Sedangkan rakyat biasa tidak akan mungkin mendapatkan kesempatan yang sama dalam penyaluran pengetahuan. Rakyat biasa hanya bisa mendapatkan pengetahuan tentang apresiasi budaya, misalkan tarian rakyat, wayang, dll. Pendidikan tersebut bisa didapatkan rakyat bukanlah hasil pemberian raja kepada rakyatnya, namun merupakan wujud pemberontakan rakyat terhadap sistem budaya saat itu yang terkesan “pilih kasih” dan hanya memanfaatkan rakyat untuk kegiatan produksi dan untuk tetap mempertahankan keberadaan kekuasaan raja saat itu.
Masuknya kolonialisme di Indonesia, tidak memberikan perubahan apa-apa terhadap pendidikan rakyat. Tetap saja sekolah tidak ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan rakyat Indonesia. Melainkan semata-mata untuk memperoleh tenaga kerja rendahan yang akan mengoperasionalkan pabrik dan perkebunan modern, serta mengisi pos administrasi pemerintahan kolonial Belanda. Sekolah-sekolah yang ada pun hanya bisa dinikmati oleh sebagian golongan saja, sesuai dengan tingkatan status sosial pemerintahan kolonial, antara lain hanya orang Belanda, Eropa, golongan Indo, priyayi pribumi (tuan tanah), dan golongan Asia Timur jauh. Kemudian berbagai sekolah pun dibuka, mulai dari sekolah Keguruan sampai Kejuruan.
Dunia pendidikan mulai mengalami proses perkembangan setelah revolusi 1945, pada saat itu gerakan rakyat besatu dan berhasil merebut nusantara dari genggaman kolonialisme dan mendirikan Republik Indonesia.
Pada masa Orde Lama, sistem pendidikan di Indonesia mengalami proses perkembangan yang baik, mulai dari kurikulum, pengajar, hinga metode belajar–mengajar. Kurikulum pada era Orde Lama dibagi manjadi 3 kurikulum di antaranya:
- Rentang
Tahun 1945-1968.
Kurikulum
pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam bahasa Belanda
"leer plan" artinya rencana pelajaran. Perubahan arah pendidikan
lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan
nasional. Sedangkan, asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Kurikulum yang
berjalan saat itu dikenal dengan sebutan "Rencana Pelajaran 1947,"
yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Orientasi rencana pelajaran 1947 tidak
menekankan pada pendidikan pikiran. Yang diutamakan adalah: pendidikan watak,
kesadaran bernegara, dan bermasyarakat. Pada masa tersebut siswa lebih
diarahkan bagaimana cara bersosialisasi dengan masyarakat. Proses pendidikan
sangat kental dengan kehidupan sehari-hari.
- Rencana
Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum
ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut "Rencana Pelajaran
Terurai 1952." Silabus mata pelajarannya jelas sekali, dan seorang guru
mengajar satu mata pelajaran. Pada masa ini memang kebutuhan peserta didik akan
ilmu pengetahuan lebih diperhatikan, dan satuan mata pelajaran lebih
dirincikan.
- Rencana
Pendidikan 1964.
Rencana
pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan
produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar
mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Pada saat itu
pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan
dengan metode disebut gotong royong terpimpin.
Perkembangannya
bisa dilihat dari adanya partisipasi peserta didik dalam kancah
perpolitikan, dapat dibuktikan dengan adanya Dewan Mahasiswa. Sehingga
saat itu peserta didik menjadi subyek, bukan objek dalam menjalankan
keberlangsungan pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan pada era Orde Lama
menunjukan bahwa sistem pendidikan mampu merangsang daya kritis dan kreatifitas
peserta didik hingga dapat membuat terobosan solusi atas persoalan rakyat.
Setelah
kekuasaan Orde Lama dijatuhkan oleh rezim otoriter Soeharto, gerakan rakyat
mengalami kehancuran, dan berdirilah kekuasaan Orde Baru Soeharto. Di era orde
baru, sistem pendidikan di Indonesia berputar balik 360 derajat. Peserta didik
dibentuk sedemikian rupa untuk dijadikan objek demi ambisi kapitalisme.
Sejak saat itulah pembangunan jati diri rakyat tergadaikan dengan pembukaan
investasi besar–besaran oleh rezim Orde baru. Peserta didik disiapkan menjadi
budak kapitalisme yang patuh pada investor. Dan hal tersebut mengakibatkan
hilangnya daya kritis maupun kreatifitas peserta didik.
Kurikulumnya
disesuaikan dengan kebutuhan pasar, kebijakan NKK–BKK, pelarangan buku, jadwal
kuliah yang padat, hingga metode mengajar dosen yang monoton. Berdampak pada
hilangnya daya kritis peserta didik, contoh kongkritnya seperti yang sekarang
terjadi, ketika mahasiswa memberi pertanyaan kritis terhadap dosen, selalu
dijawab dengan alasan bukan wewenangnya.
Pendidikan berubah menjadi sebuah lahan bisnis yang memiliki prospek yang tinggi untuk meraih keuntungan. Fungsi sekolah masa lalu yang mengemban misi agung sebagai pencerdas kehidupan bangsa, kini berubah menjadi lahan bisnis untuk memperoleh keuntungan. Akibatnya, hanya kelompok elit sosial-lah yang yang mendapatkan pendidikan cukup baik. Kaum miskin menjadi kaum marjinal secara terus-menerus. Merekalah yang disebut Paulo Freire sebagai "korban penindasan."
Sudah
rahasia umum jika pendidikan sekarang sangat mahal. Orang miskin dilarang
sekolah! Memprihatinkan, tapi itulah kenyataannya. Masuk TK saja bisa mencapai
ratusan ribu maupun jutaan rupiah, belum lagi kalo masuk SD-SMP-SMA-Universitas
yang favorit. Semuanya tidak terlepas dari sistem pendidikan yang bersifat
kapitalistik.
Padahal tertuang dengan jelas dalam UUD 1945 bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan rakyatnya. Artinya sudah sangatlah jelas, setiap warga negara di Indonesia berhak menikmati pendidikan yang gratis dan berkualitas.
Undang-undang
yang katanya menjadi landasan negara kita, UUD 1945 yang diamandemen,
menyatakan secara tegas pada Pasal 31 Ayat (2), "Setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah WAJIB membiayainya."
Pendidikan yang kapitalistik sekarang ini, yang bertujuan bisnis inilah yang membuat biaya-biaya membengkak. Pendidikan diserahkan sebagian kontrolnya kepada swasta karena pemerintah yang tidak mampu. Pemerintah lepas tangan begitu saja, pendidikan instan ala swasta yang mementingkan bisnis jadi masalah besar buat dunia pendidikan.
Yang terbaru adalah kebijakan permerintah yang lagi-lagi melalui regulasi anti rakyatnya dalam sektor pendidikan ialah disahkannya UU PT dan diberlakukannya UKT yang sudah sangat jelas akan berdampak pada melonjaknya biaya kuliah mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri, memang dengan adanya UKT ini mahasiswa tidak lagi dibebankan uang pangkal di awal pendaftaran, sebagian besar biaya, seperti uang pembangunan sampai pada SPP disentralisir pembayarannya di dalam UKT, namun dengan adanya pemotongan uang pangkal, beban biaya mahasiswa tidak berkurang justru sebaliknya.
Dalih
pemerintah dengan diberlakukannya UKT adalah untuk membantu mahasiswa menengah
kebawah dengan adanya subsidi silang (yang di bebankan ke orang tua murid),
subsidi silang yang dimaksud oleh pemerintah adalah pembebanan lebih besar
kepada mahasiswa yang tergolong menengah ke atas, dan yang menengah ke bawah
akan mendapatkan subsisi untuk biaya pendidikannya.
Secara logika memang masuk akal, namun kalau diteliti lebih jauh lagi tentang siapa kah yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan maka logika tersebut tidak dapat dipakai, hal ini terlihat jelas karena pemerintah telah melepaskan tanggung jawabnya yang hakiki dalam menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat tanpa kecuali.
Dan terlihat jelas pemerintahan SBY-Boediono hari ini telah gagal menyejahterakan rakyat. mahasiswa sudah sejak lama haknya direbut oleh pemerintah, hak mendapat pendidikan gratis yang berkualitas, hak tak didapatkan, sebaliknya rentetan kebijakan liberalisasi pendidikan diterapkan di Indonesia. Bagaimana mungkin anak petani dapat belajar di perguruan tinggi dengan biaya yang begitu mahal, sementara para petani masih disibukkan oleh penggusuran yang dilakukan negara, apakah anak-anak buruh tak boleh belajar di perguruan tinggi? Kalau boleh, kenapa biayanya begitu mahal, sementara gaji para buruh dicuri oleh pengusaha, gajinya tak akan cukup untuk membiayai anaknya kuliah di perguruan tinggi. Mahasiswa dan rakyat tidak menginginkan kebijakan-kebijakan pro kapitalis, kami hanya ingin pendidikan gratis yang berkualitas.
Organisasi
mahasiswa yang maju sudah harus lebih giat lagi melakukan investigasi ke
realitas masyarakat mengetahui problem rakyat dan memberi kesadaran rakyat
betapa pentingnya melakukan perlawanan atas penindasan. Tak bisa dipungkiri
kita tak bisa berbuat banyak apabila suprastruktur negara masih dikuasai
oleh elit-elit borjuis yang menjadi boneka kapitalisme. Sebab sampai kapanpun
elit–elit borjuasi dan partai busuk tetap menjadi boneka kapitalisme. Sehingga
kemenangan rakyat menjadi keniscayaan ketika rakyat membangun gerakan dan
mempersatukan gerakannya merobohkan pemerintahan agen imperialisme. Sehingga
cita–cita sistem pendidikan yang berkualitas dan gratis menjadi kenyataan di
Indonesia.
Daftar
referensi:
- http://www.pembebasan-pusat.blogspot.com/2008/01/dampak-neo-liberalisme-pendidikan.html
- http://www.pembebasan-pusat.blogspot.com/2008/01/privatisasi-otonomi-kampus.html
- http://www.pembebasan-pusat.blogspot.com/2013/11/wajah-pendidikan-indonesia.html
- http://pembebasanjogja.blogspot.com/2013/12/mahasiswa-dan-rakyat-bersatu-tolak-ukt.html
Keterangan
gambar : Guru orde lama (google image).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar