UKT (uang kuliah tunggal) Wajah Baru
dari Regulasi Anti Rakyat yang Diperkasai oleh Penguasa atas Rekomendasi
Kapitalis Pendidikan.
Tidak
pernah kehabisan ide para pemerintah korup dalam membuat lambung-lambung
kekayaannya, dibangun di atas penderitaan rakyat. Setelah UU PT (Undang-Undang
Perguruan Tinggi), dikeluarkan sebagai payung hukum yang mengatur segala
kebijakan di sektor pendidikan, sarat dengan praktek liberalisasi, kali ini
pemerintah menerbitkan kembali regulasi anti rakyat dengan polesan wajah baru
seperti UKT, yang esensinya negara ingin melepaskan peranannya di sektor
pendidikan.
Berawal dari surat edaran yang disebut dalih pemberlakuan UKT, ialah surat edaran dirjen dikti No.274/E/T/2012 di tanggal 16 febuari 2012 tentang tarif uang kuliah tunggal, dan terakhir dikti mengeluarkan surat edaran No.97/E/KU/2013 tentang uang kuliah tunggal yang berisi permintaan Dirjen Dikti kepada Pimpinan PTN untuk menghapus uang pangkal dan menjalankan uang kuliah tungggal bagi mahasiswa baru program S1 reguler mulai tahun akademik 2013/2014. Kalau diteliti dari kaca mata hukum borjuis sekalipun surat edaran yang dikeluarkan oleh dikti belum menjadi landasan hukum yang kuat dalam melaksanakan UKT, selain itu isi dari surat edaran dikti bertentangan dengan UUD yang di dalamya terdapat pasal, tentang kewajiban negara dalam menyelenggarakan pendidikan untuk rakyat tanpa ada pengecualian.
Apabila UKT diterapkan di Indonesia, maka berdampak pada melonjaknya biaya kuliah mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri, memang benar dengan adanya UKT ini mahasiswa tidak lagi dibebankan uang pangkal di awal pendaftaran, sebagian besar biaya, seperti uang pembangunan sampai pada SPP disentralisir pembayarannya di dalam UKT, namun dengan adanya pemotongan uang pangkal, beban biaya mahasiswa tidak berkurang justru sebaliknya.
Dalih pemerintah menerapkan UKT untuk mewujudkan keadilan di dalam dunia pendidikan, pemerintah berasumsi dengan diberlakukannya UKT akan membantu banyak mahasiswa menengah ke bawah, sebab adanya subsidi silang (yang dibebankan ke orang tua murid), subsidi silang yang dimaksud oleh pemerintah adalah pembebanan lebih besar kepada mahasiswa yang tergolong menengah ke atas, dan yang menengah ke bawah akan mendapatkan subsidi untuk biaya pendidikannya. Terlihat seperti malaikat pemerintah dengan topeng UKT, namun kalau kita teliti lebih dalam tentang siapa yang harus bertanggung jawab terhadap pendidikan, maka topeng malaikat yang dipakai pemerintah akan runtuh dengan sendirinya, dan terpampanglah jelas bahwa malaikat sudah menjadi setan, karena melespakan tanggung jawabnya yang hakiki dalam menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat tanpa kecuali.
Bila UKT diterapkan, pemerintah sudah menyiapkan kembali sebuah 'permen' yang bernama BOPTN (bantuan operasional perguruan tinggi negeri), untuk biaya operasional kampus. BOPTN ini sogokan sosial yang diberi pemerintah untuk meredam gejolak dari mahasiswa, yang sebetulnya tak menghendaki adanya UKT. Dalam perjalanannya BOPTN ini sangat bobrok administrasinya, terjadi di beberapa kampus mengalami keterlambatan pencairan dana dari BOPTN, padahal pengajuan permohonan dana sudah disampaikan jauh sebelum hari yang ditentukan oleh pihak perguruan tinggi. Cita-cita yang dicanangkan pemerintah dengan pemberlakuan BOPTN ternyata menjadi ilusi semata, (agar rakyat tak bergejolak,) itulah kenapa saya katakan hanya sebuah 'permen,' sebab manis rasanya cepat menghilang bersama air yang tertelan.
Bukan hanya petani yang bertarung mempertahankan haknya (tanah) dari gusuran pihak swasta maupun negara, ada buruh yang kini masih diberi upah murah oleh pengusaha, (hasil kerjanya dicuri). Mahasiswa juga sudah sejak lama haknya direbut oleh pemerintah, hak mendapat pendidikan geratis yang berkualitas, hak tak didapatkan, sebaliknya rentetan kebijakan liberalisasi pendidikan diterapkan di Indonesia. Bagaimana mungkin anak petani dapat belajar di perguruan tinggi dengan biaya yang begitu mahal.? Sementara para petani masih disibukkan oleh penggusuran yang dilakukan negara. Apakah anak-anak buruh tak boleh belajar di perguruan tinggi.? Jika boleh kenapa biayanya begitu mahal.? Gaji buruh tak akan cukup untuk membiayai anaknya kuliah di perguruan tinggi. Mahasiswa dan rakyat tidak membutuhkan permen yang bernama BOPTN tak juga membutuhkan UKT, kami hanya ingin pendidikan geratis yang berkualitas.
Dari situasi yang tertuang di atas kami pusat perjuangan mahasiswa untuk pembebasan nasional (PEMBEBASAN) kolektif Yogyakarta, menyuarakan kepada mahasiswa seluruh Indonesia untuk secepatnya melakukan langkah-langkah yang benar dalam proses penolakan UKT, menempel poster di kampus-kampus, jalan-jalan, menolak UKT, menyebarkan selebaran di kampus-kampus, pabrik-pabrik, pasar-pasar. Menyelenggarakan seminar maupun diskusi untuk menolak UKT, membangun konsolidasi antara gerakan mahasiswa dengan rakyat, dan yang terlahir sebagai ekspresi kemarahan serta keteguhan atas kebenaran, maka mimbar-mimbar bebas lebih sering dilakukan, dan aksi massa terus dilancarkan, sebagai serangan untuk sistem yang menindas.
LAWAN
KAPITALIS PENDIDIKAN.!
Berawal dari surat edaran yang disebut dalih pemberlakuan UKT, ialah surat edaran dirjen dikti No.274/E/T/2012 di tanggal 16 febuari 2012 tentang tarif uang kuliah tunggal, dan terakhir dikti mengeluarkan surat edaran No.97/E/KU/2013 tentang uang kuliah tunggal yang berisi permintaan Dirjen Dikti kepada Pimpinan PTN untuk menghapus uang pangkal dan menjalankan uang kuliah tungggal bagi mahasiswa baru program S1 reguler mulai tahun akademik 2013/2014. Kalau diteliti dari kaca mata hukum borjuis sekalipun surat edaran yang dikeluarkan oleh dikti belum menjadi landasan hukum yang kuat dalam melaksanakan UKT, selain itu isi dari surat edaran dikti bertentangan dengan UUD yang di dalamya terdapat pasal, tentang kewajiban negara dalam menyelenggarakan pendidikan untuk rakyat tanpa ada pengecualian.
Apabila UKT diterapkan di Indonesia, maka berdampak pada melonjaknya biaya kuliah mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri, memang benar dengan adanya UKT ini mahasiswa tidak lagi dibebankan uang pangkal di awal pendaftaran, sebagian besar biaya, seperti uang pembangunan sampai pada SPP disentralisir pembayarannya di dalam UKT, namun dengan adanya pemotongan uang pangkal, beban biaya mahasiswa tidak berkurang justru sebaliknya.
Dalih pemerintah menerapkan UKT untuk mewujudkan keadilan di dalam dunia pendidikan, pemerintah berasumsi dengan diberlakukannya UKT akan membantu banyak mahasiswa menengah ke bawah, sebab adanya subsidi silang (yang dibebankan ke orang tua murid), subsidi silang yang dimaksud oleh pemerintah adalah pembebanan lebih besar kepada mahasiswa yang tergolong menengah ke atas, dan yang menengah ke bawah akan mendapatkan subsidi untuk biaya pendidikannya. Terlihat seperti malaikat pemerintah dengan topeng UKT, namun kalau kita teliti lebih dalam tentang siapa yang harus bertanggung jawab terhadap pendidikan, maka topeng malaikat yang dipakai pemerintah akan runtuh dengan sendirinya, dan terpampanglah jelas bahwa malaikat sudah menjadi setan, karena melespakan tanggung jawabnya yang hakiki dalam menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat tanpa kecuali.
Bila UKT diterapkan, pemerintah sudah menyiapkan kembali sebuah 'permen' yang bernama BOPTN (bantuan operasional perguruan tinggi negeri), untuk biaya operasional kampus. BOPTN ini sogokan sosial yang diberi pemerintah untuk meredam gejolak dari mahasiswa, yang sebetulnya tak menghendaki adanya UKT. Dalam perjalanannya BOPTN ini sangat bobrok administrasinya, terjadi di beberapa kampus mengalami keterlambatan pencairan dana dari BOPTN, padahal pengajuan permohonan dana sudah disampaikan jauh sebelum hari yang ditentukan oleh pihak perguruan tinggi. Cita-cita yang dicanangkan pemerintah dengan pemberlakuan BOPTN ternyata menjadi ilusi semata, (agar rakyat tak bergejolak,) itulah kenapa saya katakan hanya sebuah 'permen,' sebab manis rasanya cepat menghilang bersama air yang tertelan.
Bukan hanya petani yang bertarung mempertahankan haknya (tanah) dari gusuran pihak swasta maupun negara, ada buruh yang kini masih diberi upah murah oleh pengusaha, (hasil kerjanya dicuri). Mahasiswa juga sudah sejak lama haknya direbut oleh pemerintah, hak mendapat pendidikan geratis yang berkualitas, hak tak didapatkan, sebaliknya rentetan kebijakan liberalisasi pendidikan diterapkan di Indonesia. Bagaimana mungkin anak petani dapat belajar di perguruan tinggi dengan biaya yang begitu mahal.? Sementara para petani masih disibukkan oleh penggusuran yang dilakukan negara. Apakah anak-anak buruh tak boleh belajar di perguruan tinggi.? Jika boleh kenapa biayanya begitu mahal.? Gaji buruh tak akan cukup untuk membiayai anaknya kuliah di perguruan tinggi. Mahasiswa dan rakyat tidak membutuhkan permen yang bernama BOPTN tak juga membutuhkan UKT, kami hanya ingin pendidikan geratis yang berkualitas.
Dari situasi yang tertuang di atas kami pusat perjuangan mahasiswa untuk pembebasan nasional (PEMBEBASAN) kolektif Yogyakarta, menyuarakan kepada mahasiswa seluruh Indonesia untuk secepatnya melakukan langkah-langkah yang benar dalam proses penolakan UKT, menempel poster di kampus-kampus, jalan-jalan, menolak UKT, menyebarkan selebaran di kampus-kampus, pabrik-pabrik, pasar-pasar. Menyelenggarakan seminar maupun diskusi untuk menolak UKT, membangun konsolidasi antara gerakan mahasiswa dengan rakyat, dan yang terlahir sebagai ekspresi kemarahan serta keteguhan atas kebenaran, maka mimbar-mimbar bebas lebih sering dilakukan, dan aksi massa terus dilancarkan, sebagai serangan untuk sistem yang menindas.
SALAM PEMBEBASAN NASIONAL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar